PHDI SIDOARJO

Monday 13 December 2010

PHDI KABUPATEN SIDOARJO MENGADAKAN UTSAWA DHARMA GITHA


Pada tanggal 12 Desember 2010 yang baru lalu, PHDI Kab. Sidoarjo mengadakan Yadnya yang cukup besar yaitu Utsawa Dharma Githa tingkat Kabupaten Sidoarjo. Dalam sambutannya pada pembukaan UDG tersebut, Ketua PHDI menyampaikan bahwa Utsawa Dharma Githa ini diadakan dalam upaya melakukan pembinaan keagamaan, meningkatkan Sradha dan Bhakti umat Hindu Kabupaten Sidoarjo. “Bagi yang memang nanti jangan terlalu bergembira, demikian juga bagi yang kalah jangan terlalu bersedih, karena pada prinsipnya semua peserta memperoleh kemenangan, karena semua peserta mendapat berbagai ilmu yang tentu sangat berguna untuk kehidupan beragama ke depan, ujar Anom Mediana Ketua PHDI Sidoarjo. Ketua WHDI Prop. Jatim dalam sambutannya menyampaikan bahwa Kabupaten Sidoarjo selama ini senantiasa terdepan dalam kegiatan pembinaan umat, mudah-mudahan ke depan Kabupaten lain yang ada di Jatim dapat mencontoh Kabupaten Sidoarjo. “Kita berkumpul disini terdiri dari berbagai etnis ada etnis Jawa, ada etnis Bali, namun tidak ada kita mengenal nama Hindu Jawa atau Hindu Bali, namun lebih pas kita sebut Hindu Nusantara atau Hindu Nasional, ujar Ibu Agung Puja selaku Ketua WHDI Prop Jatim. Setelah selesai memberi sambutan, Bu Agung langsung didaulat untuk memukul gong sebagai tanda dibukanya Utsawa Dharma Githa Kan. Sidoarjo.

Berikut ini hasil-hasil Utsawa Dharma Githa tersebut :


BIDANG LOMBA :

I. PALWAKYA DEWASA :
1. WARU
2. DELTASARI
3.GEDANGAN2

II. PALAWAKYA REMAJA PUTRI :
1. DELTASARI
2. GEDANGAN
3. TROPODO

III. PALAWAKYA REMAJA PUTRA :
1. KOTA
2. WARU2
3.CANDI1

IV. SLOKA REMAJA PUTRI :
1. GEDANGAN
2. DELTASARI
3. TROPODO

V. SLOKA REMAJA PUTRA :
1. SEKELOR
2. WARU3
3. PASRAMAN JSA

VI. DHARMAWACANA :
1. CANDI2
2. CANDI1
3. STHD

VII. MENGHAFAL MANTRA WEDA :
1. PASRAMAN EMPU BHARADAH
2. TROSOBO
3. TROPODO

VIII. KIDUNG :
1. WARU
2. KOTA
3. STHD




Sunday 5 December 2010

SEBUAH HARAPAN PERAYAAN GALUNGAN KE DEPAN

Sudah banyak para tokoh Hindu yang memberi pencerahan tentang Galungan, namun ditingkat akar rumput, filosofi dan etika Galungan belum dipahami dan dilaksanakan dengan baik sesuai sastra yang ada.

Kalau kita bertanya kepada umat kita secara umum, apa itu Hari Raya Galungan ? Hampir semua bisa menjawab bahwa Hari Raya Galungan adalah Hari kemenangan Dharma melawan Adharma. Namun kalau kita bertanya lagi, Adharma yang mana yang sudah kita kalahkan sehingga kita berani-beraninya merayakan kemenangan Dharma melawan Adharma? Hampir semua diam, tidak menjawab.

Ini satu bukti bahwa sosialisasi Galungan belum dipahami secara baik dan mendalam oleh umat kita. Perayaan Galungan baru sebatas memperingat, belum sampai mengamalkan. Bahkan hampir sebagian besar umat Hindu, justru pada dua hari atau sehari sebelum Galungan, melakukan pemotongan hewan secara besar-besaran untuk keperluan pesta pora.

Agak berbeda dengan Hari Raya Nyepi. Filosofi dan Etika Hari Raya Nyepi sudah sedikit mendalam dipahami oleh umat kita secara keseluruhan. Kalau kita tanya umat kita, Hari Raya Nyepi itu hari apa? Maka jawaban nya bahwa Hari Raya Nyepi adalah Hari Raya untuk melaksanaan Catur Berapa Penyepian yaitu : Amati Geni, Amati Karya, Amati lelanguan dan Amati lelungan. Dan Catur Beratha Nyepi ini telah mulai dilaksanakan secara baik oleh umat Hindu, walapun masih ada kekurangan disana-sini.

Bagaimana dengan Hari Raya Galungan, apakah ada etika atau susila yang harus di lakukan di Hari Raya Galungan? Jawabannya ada :
1. Pertama, tiga hari sebelum Galungan, kita dikatakan kedatangan Butha Galungan, dimana pada hari ini Bhuta Kala baru tingkat hadir kepada kita. Artinya kita mulai : Anyekung Jnana, mensinergikan potensi diri dan mulai melakukan pengendalian indriya. (Sering disebut Panyekeban yaitu nyekeb indriya agar tidak berkeliaran)
2. Kedua, dua hari sebelum Galungan kita akan diganggu dengan Butha Dungulan, dimana Butha Kala ini sudah mulai berani menyerang kita. Artinya kita melanjutkan tapa barata dan pengendalian diri dengan sungguh-sungguh (Penyajaan, saje=sungguh2)
3. Ketiga, sehari sebelum Galungan, dikatakan kita diganggu oleh Butha Amangkurat, dimana Butha Kala sudah berusaha untuk menguasai diri kita. Mengandung makna kita harus mampu mengalahkan semua Butha yang mengganggu (Penampahan, nampeh=mematikan=membunuh segala macam Sapta Timira dan Sad Ripu)

Kemudian terakhir pada Hari Raya Galungan barulah sesungguhnya kita mengadakan rasa angayu bagya, pesta, membuat makanan yang enak-enak sembari sembahyang dan bersyukur.

Sayangnya yang terjadi saat ini, justru pada hari sebelum Galungan dimana kita harus Anyekung Jnana, mengendalikan hawa nafsu, malah kita sudah mengadakan pesta pora, Jika dikaitkan dengan sastra tersebut, sesungguhnya yang demikian tidak layak merayakan kemenangan Dharma melawan Adharma.

Demikian sedikit renungan, mudah-mudahan secara pelan tapi pasti kita dapat mengamalkan Galungan sengan baik sesuai dengan tuntunan sastra yang ada. Semoga Hyang Widhi senantiasa memberi anugrah kepada kita sekalian.

Monday 18 October 2010

Parisada Sidoarjo Akan mengadakan “Utsawa Dharmagitha Kab. Sidoarjo 2010” bulan Nopember 2010

Menunjuk Program Kerja PHDI Kab. Sidoarjo Tahun 2010, maka Parisada Sidoarjo akan menyelenggarakan lomba / Utsawa Dharma Githa Tingkat Kabupaten Sidoarjo, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca dan memahami Weda, serta meningkatkan Sradha dan Bhakti sebagai landasan terbentuknya akhlak yang mulia bagi masyarakat. Juga memilih peserta terbaik masing masing bidang lomba untuk menghadapi acara Utsawa tingkat Provinsi Jawa Timur tahun 2011.

Berikut beberapa hal penting yang perlu dikethui oleh Umat Hindu Sidoarjo terkait UDG Kab. Sidoarjo Tahun 2010 antara lain :

Waktu dan Tempat Pelaksanaan lomba : Minggu , 12 Desember 2010, Pura Penataran Agung Margowening, Krembung ,Sidoarjo

Jenis Lomba :
Pembacaan Sloka Remaja
1. Pembacaan Palawakya Remaja
2. Menghafal Mantra Veda Remaja
3. Dharma Wacana Remaja
4. Pembacaan Palawakya Dewasa
5. Kidung Dewa Yadnya beregu.

Peserta Lomba : Semua Sektor Se-Kabupaten Sidoarjo serta Wakil Pasraman Pura JSA dan Pura Krembung. , dengan jumlah peserta masing2 lomba sbb:

Pembacaan Sloka Remaja 2 orang
Pembacaan Palawakya Remaja 2 orang.
Menghafal Mantra Veda Remaja 1 orang
Dharma Wecana Remaja 1 orang.
Pembacaan Palawakya Dewasa 2 orang
Kidung Dewa Yadnya 5-10 orang

Materi / Naskah lomba : ( dapat menghubungi panitia )

Batas akhir Pendaftaran : 21 Nopember 2010 ,


Ketentuan Umum Lomba :
- Umur peserta Lomba tingkat Remaja : Max 19 tahun, per juni 2011, sedangkan peserta dewasa bebas.
- Busana Lomba : pakaian sembahyang , bebas, rapi dan sopan
- Keikutsertaan peserta lomba dibatasi : Max 2 (dua) buah Jenis Lomba..
- Utsawa Jenis Lomba akan dilaksanakan Minimum ada 2 kontingen yang mendaftar.
- Kriterian umum penilaian : Busana, penguasaan audiens, Kesesuaian Suara, Ucapan. ; + Sistematika, penguasaan Materi untuk lomba DW ;
- Pembacaan Sloka atau Palawakya : 2 ( Dua ) Mantra : Wajid dan Pilihan.
- Perlombaan Kidung : 1 (Satu) Kidung Wajib + 1 ( Kidung ) Kidung Pilihan. ( materi : kidung Bali dan atau Kidung Jawa )
- Materi Lomba Menghafal Mantra Weda : Mantra Puja Tri Sandhya dan Kramaning Sembah berserta artinya.
- Tema Dharma Wacana : Dana Punia, Cinta Kasih,Pengendalian Diri ,dsb.

Kontak panitia :

Bapak Nyoman Suartanaya , HP:08123567684, tlp : 8060317
Bapak Putu Sudira, Flexi : 031-70979966, HP. 0811348315, email ; putus@telkom.co.id.

Semoga acara tersebut akan dapat berjalan dengan lancar dan bermanfaat untuk Hindu Sidoarjo khususnya.

Sunday 19 September 2010

LATIHAN MEDITASI ANGKA DI PURA JSA SIDOARJO


Atas keinginan Ketua PHDI Sidoarjo, agar di Sidoarjo digalakKan latihan Meditasi, akhirnya disepakati memulai latihan tgl. 19 September 2010 Hari Minggu jam 12.00 wib, dengan memilih Meditasi Angka untuk dijadikan standart meditasi di Sidoarjo. Kenapa memilih Meditasi Angka ? Karena Meditasi ini sangat mudah dilaksanakan setiap saat dimanapun kita berada. Dengan waktu cukup 5 menit saja kita sudah dapat melaksanakan Meditasi ini. Namun jika kita kebetulan punya waktu lebih panjang, dapat digunakan standard yang lebih lama. Jika kita mengacu ajaran Astangga Yoga nya Rsi Patanjali, maka ada 8 tahan yang harus kita laksanakan untuk melaksanakan Yoga yaitu : Yama Brata, Niyama Brata, Asana, Pranayama, Pratyahara, Dharana, Dhyana dan Semadhi. Latihan kali ini dipandu oleh seorang Guru yang lama menuntut ilmu di India. Nama kecil beliau adalah I Made Dharmayasa, setelah menamatkan PGAH di Denpasar beliau sempat kuliah di IHD (sekarang UNHI). Namun kuliah belum selesai, lalu pergi ke India untuk melanjutkan kuliah di University Of Delhi. Setelah mendapatkan gelar Sarjana Sansekerta, kemudian bekerja di Kedutaan Indonesia di India kurang lebih selama 15 tahun. Dalam kurang waktu tersebutlah beliau "berburu" spiritual lewat seorang guru di India dan akhirnya beliau didikse di dengan nama Rasa Acharya Praburaja Dharmayasa. Latihan diawali dengan Dharmawacana yang terkait dengan Meditasi, kemudian dilanjutkan dengan Yoga Asana yaitu Surya Namaskara untuk melemaskan otot-otot yang kaku. Kemudian kita diminta memilih salah satu Angka favourite kita, kemudian Pratyahara yaitu memindahkan focus pikiran kita kepada Angka yang dipilih, disertai mengingat leluhur dan memuja Hyang Widhi, kemudian focus pikiran diterusan ke Charka-Chakra yang kita miliki, terus menerus jangan sampai putus, terus dan terus. Jika focus pikiran kita sudah satu dan tidak terputus, itu disebut dengan Dhyana (Meditasi), dimana bagi orang-orang suci akan bisa mencapai Samadhi (mokhsah semasih hidup). Untuk kita-kita yang pemula, cukup sampai di Dhyana saja dulu dan latihan diteruskan secara kontinyu, diyakini akan bisa mencapai Samadhi juga. Setelah Meditasi selesai dilanjutkan dengan konsultasi spritual secara pribadi (pengobatan). Jumlah yang ikut dalam mengobatan ini sebanyak 30 orang, masing-masing kurang lebih membutuhkan waktu 15 menit, sehingga sesi ini berakhir sampai jam 22.00 wib. Astungkara acara ini dapat berjalan lancar. Kegiatan meditasi di Sidoarjo akan diteruskan setiap hari Kamis jam 19.00 sampai selesai. (Mr.Pink).

Tuesday 7 September 2010

POTONG GIGI MASSAL DI SIDOARJO


Atas Prakarsa PHDI Sidoarjo, akhirnya Upacara Potong Gigi Massal jadi dan telah dilaksanakan tgl. 4 September 2010 hari Sabtu yang baru lalu bertempat di Mandala Madya Pura Jala SIddhi Amertha Juanda Sidoarjo. Jumlah peserta semuanya sebanyak 49 orang terdiri dari 27 orang wanita dan 22 orang laki-laki, mereka berasal dari berbagai daerah antara lain : Sidoarjo, Surabaya, Mojokerto, Blitas, Nganjuk, Gresik dsbnya. Untuk biaya, masing-masing peserta dikenakan iuran sebesar Rp.500.000,- perorang. Ini sangat dirasa meringankan bagi peserta. Seorang umat berpendapat, hendaknya upacara sejenis bisa dilaksanakan oleh PHDI Sidoarjo secara rutin 2 atau 3 tahun sekali. "Jika kita mengadakan potong gigi harus pulang ke Bali, banyak hal yang menjadi pertimbangan, disamping biaya yang sangat tinggi, juga harus cuti mengorbankan waktu yang cukup panjang" ujar salah seorang peserta. "Jika diadakan disini, butuh waktu hanya 1 hari sangat efisien", lanjutnya. Rangkaian acara mulai dari tgl. 3 September 2010 jam 16.00 wib Upacara Rajasewala, diteruskan dengan sungkeman. Kemudian tgl. 4 September 2010, sebelum potong gigi dilaksanakan didahului dengan mejarah peserta. Upacara dimulai pukul 08.00 dan selesai sekitar jam 11.00 wib hanya 3 jam sudah selesai. Yang agak istimewa pada acara ini adalah : I Da Pedande Gede Anom Jala Karana Manuaba berkenan memberi DHarma Wacana singkat prihal Potong Gigi ini. Secara keseluruhan seluruh upacara dapat berjalan lancar tanpa halangan. Astungkara. (Mr. Pink)

Tuesday 3 August 2010

Makanlah Setelah Ber "Yadnya"

Oleh : Drs. I Ketut Wiana, M.Ag

Dewanrsin manusyamsca
pitrn grhyasca dewatah
pujayitwa tatah pascad
Grhastha sesabhugbha
(Manawa Dharmasastra III.117)

Maksudnya:
Setelah melakukan persembahan kepada Dewa manifestasi Tuhan, kepada para Resi, leluhur yang telah suci (Dewa Pitara), kepada Dewa penjaga rumah dan juga kepada tamu. Setelah itu barulah pemilik rumah makan. Dengan demikian ia lepas dan dosa.

UPACARA masaiban dalam tradisi umat Hindu di Bali sudah berlangsung sejak ratusan tahun. Namun sampai sekarang masih ada banyak perbedaan persepsi di kalangan umat Hindu tentang upacara sederhana itu. Upacara masaiban adalah tradisi untuk melakukan persembahan berupa sesajen atau banten setelah selesai memasak. Sesajen masaiban itu berbentuk sejumput nasi dengan menggunakan alas sepotong daun pisang atau sarana lain. Nasi itu dilengkapi lauk-pauk yang ada atau dengan sedikit garam saja. Mengenai makna upacara ini umumnya sudah ada persamaan persepsi terutama di kalangan intelektual Hindu. Dalam Bhagawad Gita III.13 dinyatakan, makanlah setelah melakukan yadnya. Dalam sloka Bhagawad Gita itu dinyatakan dengan istilah yadnyasistasinah, yang artinya “makanlah setelah beryadnya”. Yang makan setelah ber-yadnya akan lepas dan dosa. Mereka yang makan tanpa ber-yadnya sebelumnya sesungguhnya makan dosanya sendiri. Yang mungkin masih banyak perbedaan tafsir adalah bagaimana memaknai lebih lanjut ajaran ber-yadnya sebelum makan dalam pelaksanaan nyatanya di kehidupan sehari-hari. Demikian juga soal bentuk banten masaiban. meskipun masih ada sedikit perbedaan, tidak begitu dimasalahkan oleh umat. Yang sering dimasalahkan adalah di mana banten itu mesti dipersembahkan.
Ada yang mengacu pada Manawa Dharmasastra III.68 dan 69. Dalam sloka 68 dinyatakan, dosa manusia yang ditimbulkan oleh litha tempat penyembelihan yaitu tempat memasak, batu pengasah, sapu, lesung dengan alunya dan tempayan tempat air. Dan sini, lalu ada yang menganjurkan agar banten saiban itu dipersembahkan di lima tempat penyembelihan itu. Namun sloka 69 menyatakan bahwa untuk menebus dosa, setiap kepala keluarga digariskan untuk melakukan panca yadnya. Ini artinya, persembahan banten saiban itu bukanlah semata-mata di lima tempat penyemblihan tersebut, namun digariskan agar orang melakukan panca yadnya setiap harinya. Dalam wujud ritual, masai ban adalah bentuk pelaksanaan panca yadnya dalam bentuk banten yang kecil atau inti saja. Oleh karena panca yadnya yang digariskan. maka banten saiban itu dapat dipersembahkan sampai ke sanggah merajan dan tempat-tempat lainnya di rumah tinggal keluarga. Sebagaimana dinyatakan dalam sloka Manawa Dharmasastra III,717, keluarga boleh makan setelah melakukan persembahan kepada Dewa manifestasi Tuhan yang Mahaesa, kepada Resi, kepada Dewa Pitara atau roh suci leluhur yang telah mencapai Siddha Dewata, kepada penjaga spiritual rumah tinggal (hulu pekarangan) dan kepada Atithi atau tamu. Dalam sloka 118 dinyatakan, barang siapa menyiapkan makanan hanya untuk dininya sendini sebenarnya ia memakan dosa. Kitab suci itu menetapkan, makanan suci itu adalah makanan yang telah dipersembahkan dalam upacara yadnya seperti banten saiban itu. Makan yang demikian itulah makanan orang-orang bijaksana. Apa yang dinyatakan dalam beberapa sloka ManaWa Dharmasastra dan Bhagawad Gita itu penn dijabarkan lebih dalam. Hal-hal tersebut seyogianya dipahami sbagai suatu konsep hidup yang baik, benar dan wajar. Konsep hidup yang dikandung dalam upacara masaiban itu adalah konsep yang mendorong kita agar bekerja dengan baik, benar dan wajar terlebih dahulu kemudian hasil kerja itulah yang kita makan. Konsep ini sangat tepat di segala zaman. Jangan seperti orang yang ingin mendapatkan banyak rezeki tetapi tanpa bekerja. Dalam kearipan lokal Bali ada disebut “ngayah dulu baru dapat catu atau hasil”. Makanya ada yang disebut “catu tanpa ayah”, artinya dapat hasil tanpa kerja. Artinya, ada masyarakat yang bekerja tetapi tidak mendapatkan hasil. Ini artinya, maknailah upacara masaiban itu dengan mengembangkan etos kerja yang baik. Etos kerja yang baik itu adalah etos kerja yang profesional dari para pekerja mendapat perlakuan yang adil dan sistem kerja yang ditetapkan oleh kebijakan Pemerintahan Negara. Semoga dengan memaknai upacara masaiban ini kita bisa meningkatkan sikap jujur dan adil dalam kerja. Jangan hanya menyerahkan semua urusan kita pada Tuhan. Mohonlah karunia Tuhan dengan bekerja berdasarkan jnyana atau ilmu pengetahuan sebagai wujud bakti kita pada Tuhan.

Friday 2 July 2010

DAFTAR PENDHARMA WACANA DI PURA PURA DI SIDOARJO

Semester I tahun 2010 telah berakhir, kita menginjak ke Semester II 2010. Untuk itu telah kami susun Daftar Perdharma Wacana di Pura Jala Siddhi Amertha dan Pura Penataran Agung Margowening Krembung untuk Semester II Tahun 2010. Silahkan dilihat disebelah kiri. Terima kasih. (Phdi Sda)

Sunday 6 June 2010

PARISADA SIDOARJO AKAN MENGADAKAN UPACARA POTONG GIGI MASAL


Kemarin tgl. 6 Juni 2010 Jam 19.00 wib Parisada Sidoarjo mengadakan rapat pembentukan Panitia Potong Gigi Masal. Disepakati sebagai Ketua Panitia adalah Letkol. Laut I Ketut Sumerta. Acara Potong Gigi Masal tersebut rencana akan diadakan berdekatan dengan hari Piodalan di Pura Jala Siddhi Amertha yang jatuh pada tgl. 4 September 2010, namun tanggal kepastian masih menunggu Panitia tangkil ke Ida Pandita Kenjeran. Diperkirakan sekitar tanggal tersebut para siswa sudah libur menjelang lebaran yang jatuh pada tgl. 11 September 2010 sehingga tidak terlalu mengganggu kegiatan sekolah. Diharapkan para Ketua Sektor atau Pengurus Sektor segera melakukan sosialisasi tentang rencana Potong Gigi masal ini. Biaya yang dikenakan kepada peserta sangat tergantung kepada jumlah peserta potong gigi, namun ancer-ancer sementara sekitar Rp.500.000,- perorang. Bagi umat Hindu yang sudah ada keinginan untuk ikut Potong Gigi masal ini dapat langsung mendaftarkan diri ke Ketua Sektor masing-masing. Dalam rapat tersebut disepakati juga bahwa orang tua dari peserta potong gigi juga ikut sebagai panitia. Semoga Hyang Widhi senantiasa memberi kemudahan kita dalam melaksanakan Yadnya yang sangat mulya ini. (Mr.Pink)

Wednesday 26 May 2010

DIALOG ANTAR UMAT BERAGAMA TINGKAT SMA/SMK/MA

Pertempat di Pendopo Bupati Sidoarjo tgl. 25 Mei 2010 kemarin lalu diadakan Dialog Antar Umat Beragama tingka SMA/SMK/MA. Acara tersebut dibuka langsung oleh Bupati Sidoarjo sekitar jam 09.00 pagi. Dalam sambutannya Pak Win sangat mendukung Pluraisme, kebersamaan dan kerukunanan antar umat beragama. Dalam acara tersebut ditampilkan 5 orang pemakalah dari masing-masing agama yang ada yaitu : Islam, Katolik, Protestan, Hindu dan Budha. Pemakalah dari Islam langsung diisi oleh Ketua Umum MUI Jatim, dari Budha tampil Pak Nugroho dari Walubi Sidoarjo dari Protestan tampil Pendeta Codet Sudarmono dan dari Katolik juga ada. Sedangkan dari Hindu tampil I Gusti Ketut Budiartha S.Ag. Pak Gusti dapat giliran tampil no. 2 setelah Budha. Beberapa hal yang disampaikan pak Gusti adalah hal-hal yang selama ini kurang dipahami oleh umat lain atau bahkan sering menjadi bahan lecehan. Ada 5 hal pokok yang disampaikan Pak Gusti yaitu :
  1. Apakah Hindu Agama Wahyu. Wahyu diturunkan Brahman/Tuhan sekitar abad 2500-1500 SM dilembah sungai Sindhu di India, diterima oleh 7 orang Rsi, kemudian setelah ada tulisan dikompulir oleh Rsi Wyasa bersama 4 orang muridnya sehingga terbentuklah Kitab Sucii Weda yang kita kenal sekarang ini.

  2. Hindu dalam bersembahyang menggunakan Sesajen. Ini mengacu kepada doktrin yang tertuang dalam sloka BG. IX.26 : Siapapun yang dengan sujud bhakti kepada KU mempersembahkan sehelai daun, sekuntum bunga, sebiji buah-buahan dan seteguk air, Aku terima sebagai bhakti persembahan dari orang yang berhati suci.

  3. Hindu tidak menyembah Berhala/Patung. Ini merupakan doktrin yang tertuang dalam Kita Suci BG. XII.5 : Bagi mereka yang pikirannya yang dipusatkan kepada Yang Tak terwujud, kesulitannya lebih besar, karena sesungguhnya dari Yang Tak termanifestasikan sukar dicapai oleh orang yang mempunyai badan jasmani.

  4. Hindu penganut Monotheisme. Ini dapat dijelas dengan mantram : Eka Evam Adwityam Brahman, Tuhan itu satu tak ada duanya. Juga dalam mantram Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanty, Tuhan itu satu orang bijaksana memanggil dengan banyak nama.

  5. Hindu cinta kebersamaan dan mendukung Pluralisme. Ini dapat dijelas dengan doktirn Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa, ada juga Tat Twam Asi, ada juga doktirn Wasudewa Kutumbakam.

Astungkara apa yang disampaikan pak Gusti cukup memukau dibumbui dengan joke-joke remaja masa kini, antara lain soal Facebook dsbnya. Semoga kedepan kita bisa tampil lebih baik. (Mr Pink)

Saturday 22 May 2010

PERSEMBAHYANGAN DI PURA KREMBUNG SAMPAI 5 TAHAP


Bertepatan dengan Hari Suci Kuningan, juga piodalan di Pura Penataran Agung Magro Wening Krembung Sidoarjo kemarin 22 Mei 2010. Piodalan kali ini termasuk piodalan yang cukup besar menggunakan bebangkit. Umat yang hadir sangat banyak sampai 5 tahap persembahyangn. Sebagai Manggala Upacara dalam Piodalan ini adalah Pandita dari Malang, sedangkan Perdharma Wacana adalah Prof.Dr. I Nyoman Sutanra. Kupasan nya seputar Catur Asrama dan diselingi oleh kekidungan yang cukup menarik. Yang tidak kalah meriahnya pementasan tari-tarian. Ada 2 group tari dari Bali yang ngaturang ayah yaitu group tari Dwi Mekar pimpinan Nyoman Durpa menampilakn tari baris anak-anak, tari gopala anak-anak dan tari jauk anak-anak. Setelah itu Pak Nyoman Durpa ikut tampil ngebondres sebagai penasar, ditemani oleh IGK. Budiatrha dari Sidoarjo dan Nyoman Komin dari Sidoarjo. "Pak Gusti, mohon maaf sengaja saya percepat bondresnya, karena system suaranya kurang cernih" ujar Nyoman Durpa. Tari-arian dilanjutkan dengan Group Tari Lalang Buwana pimpinan Komang Urip, menampilkan sendratari berjudul Arjuna Wiwaha. Secara keseluruhan piodalan kali sangat meriah dan ramai, mudah-mudahan tidak hanya kemeriahan belaka, namun disertai dengan hati lascarya sehingga Hyang Widhi menerima persembahan kita dengan karma yang sangat baik. (Mr.Pink)

Thursday 13 May 2010

SERTIJAB KETUA RUMAH TANGGA PURA JSA SIDOARJO


Astungkara atas swecan Ida Hyang Widhi sertijab Ketua Rumah Tangga Pura Jala Siddhi Amertha Sidoarjo telah diserah-terimakan dari pejabat lama Kolonel.Mar. I Ketut Suardana kepada pejabat baru Letkol. Laut I Ketut Sumerta. Sedangkan pemilihannya sendiri telah dilaksanaka tanggal 9 Mei 2010 yang baru lalu. Sertijab ini terkesan sangat damai tanpa sedikitpun ada gangguan atau gejolak yang timbul. Ini disebabkan karena sosok I Ketut Sumerta adalah pilih dari atas maupun dari bawah. Inilah sesungguhnya yang selalu kita harapkan sehingga senantiasa menimbulkan rasa tentram dan damai di hati umat dan para penyungsung Pura Jala Siddhi Amertha. Mudah-mudahan ke depan Pak Ketut Sumertha akan dapat menjembatani dan mengakomodasi aspirasi dari seluruh mat Hindu di Sidoarjo.

Selengkapnya Susunan Pengurus Pura JSA yang baru sbb :

Ketua : I Ketut Sumerta

Wakil Ketua I : I Nyoman Sudiarta

Wakil ketua II : I Made Boja

Sekretaris I : I Putu Sudira

Sekretaris II : I Made Subakti

Bendahara I : I Gusti Ketut Putra

Bendahara II : Ni Made Parti

Pengurus dilengkapi juga dengan Seksi-seksi untuk membantu kepengurusan terebut. (Mr. Pink)

Saturday 8 May 2010

RAPAT PEMILIHAN KETUA RUMAH TANGGA PURA JSA


Sehubungan dengan Ketua RT Pura Jala Siddhi Amertha existing yaitu Bapak Kolonel.Mar I Ketut Suardana sedang mengikuti pendidikan SESKOGAB TNI di Bandung dalam waktu yang cukup lama, untuk mengisi kepemimpinan yang kosong, maka disekapati diadakan pergantian kepemimpinan. Hari Sabtu tgl. 8 Mei 2010 mulai jam 19.30 diadakan rapat di Pura JSA Sidoarjo untuk membahas masalah tersebut. Rapat dipimpin oleh Ketua PHDI Sidoarjo Anom Mediana. Diawal rapat sempat suhu sedikit memanas pada saat membahas masalah kriteria pemimpin, apakah Ketua RT Pura JSA harus dari kalangan TNI-AL atau bisa juga dari Sipil ? Suhu kembali dingin setelah Pak Gede Wiadnyana menyampaikan pesan dari Pak Ketut Suardana bahwa sosok pengganti yang diinginkan dari atas adalah Letkol I Ketut Sumerta. Gayung bersambut, AKBP Dewa Made Pastika menyampaikan bahwa arus bawah juga menghendaki sosok I Ketut Sumerta sebagai Ketua RT Pura JSA. Dengan demikian maka sudah klop keinginan dari atas dengan keinginan arus bawah, akhirnya dipilihlah secara aklamasi Letkol. Laut I Ketut Sumerta sebagai Ketua RT Pura JSA yang akan datang. Pelantikan akan dilaksanakan tgl. 14 Mei 2010 bertempat di Pura JSA. (Mr. Pink)

Sunday 18 April 2010

Rapat Parisada Sidoarjo Bahas Berbagai Hal


Hari Minggu tgl. 18 April jam 19.00 Wib jajaran Parisada Sidoarjo mengadakan rapat rutin bersama para Ketua Sektor yang dihadiri juga oleh Ketua Walaka Parisada Sidoarjo. Tujuan rapat tersebut adalah menindak lanjuti hasil rapat-rapat sebelumnya antara lain menyepakati besaran Dana Paramitha dan menetapkan aturan tentang Suka-duka umat Hindu Sidoarjo. Dana Paramitha adalah dana yang disumbangan oleh warga Hindu Sidoarjo setiap Piodalan di Pura Jala Siddhi Amertha dan di Pura Penataran Agung Margo Wening Krembung. Besaran dana Paramitha yang disepakati pada rapat tersebut adalah sebesar Rp.30.000,- setiap KK. Jadi dengan demikian setiap tahun umat membayar Dana Paramitha sebanyak 4 (empat kali), karena Piodalan di masing-masing Pura sebanyak 2 kali dalam setahun. Disepakati pula bahwa 10% dari Dana Paramitha tersebut disumbangkan ke Pura Nirwana Jati Sekelor untuk membantu pembangunan Bale Tajuk. Kemudian masalah Paguyuban Suka Duka juga disepakati bahwa setiap ada warga yang meninggal dunia maka setiap KK wajib memberi sumbangan kematian kepada sebesar Rp.15.000,- setiap KK, dan diserahkan kepada yang kedukaan sebesar Rp. 6 juta. Yang agak rumit adalah soal bagaimana menentukan sebuah KK. Disepakati bahwa KK terdiri dari Ayah-Ibu-dan anak-anak yang belum menikah. Jika anak sudah menikah maka harus membuat KK baru dan dikenakan Dana Paramita maupun Dana Paguyuban Suka Duka tersendiri. Dipertegas juga bahwa kakek dan nenek tidak termasuk dalam KK Paguyuban Suka Duka ini. Jika kakek-nenek meninggal dunia sepenuhnya tanggung jawab purtanya dan tidak mendapat bantuan Paguyuban Suka Duka sebesar Rp. 6 juta tersebut. Hal lain juga dibahas sekilas rencana Parisada untuk mengadakan Potong Gigi massal sekitar bulan Juli yang akan datang, namun ini baru sebatas wacana, mungkin minggu depan baru akan dibentuk Panitia Potong Gigi massal tersebut. Bahasan yang terakhri adalah pembentukan Panitia Piodalan di Pura Penataran Agung Margowening Krembung yang jatuh pada tgl. 22 Mei 2010 bertepatan dengan Hari Raya Kuningan. Rapat ditutup sektar jam 22.00 oleh Ketua Parisada Sidoarjo Anom Mediana. (Mr.Pink)

Saturday 17 April 2010

Sebelum Samskara Wiwaha wajib di Konseling

Aturan konseling sebenarnya sudah ada sejak lama yang dikeluarkan oleh PHDI Pusat, dimana setiap ada rencana Samskara Wiwaha, dimana jika salah satu dari calon mempelia berasal dari non Hindu, kemudian berkeinginan untuk masuk agama Hindu maka wajib terlebih dahulu dikonseling oleh Parisada setempat. Aturan wajib konseling ini, mulai diterapkan secara konsisten oleh Parisada Sidoarjo yang baru ini. Oleh karena itu Anom Mediana selalu Ketua Parisada Sidoarjo membentuk team konseling yang terdiri dari 8 orang yang dianggap mampu untuk memberikan pengarahan kepada calon mempelai baik dari sisi Hukum maupun dari sisi Keagamaan. Kemarin hari Sabtu tgl. 17 April 2010 jam 17.00 wib bertempat ruang kelas Pashraman JSA, diadakan konseling kepada calon mempelai yaitu Fitri Indrawati (21 tahun) dan I Nyoman Novian (18 tahun). Yang memberi konseling adalah Drs. I Dewa Made Pastika SH.MH selalu Ketua III Parisada Sidoarjo dengan materi masalah Hukum di Indonesia. Materi Hukum ini sangat penting, karena kedua calon mempelai masih di bawah umur. Jika salah satu atau kedua mempelai di bawah umur maka wajib mendapatkan persetujuan dari orang tua dan dari Pengadilan setempat sebelum Samskara Wiwaha dilaksanakan. Konseler yang kedua adalah I Gusti Ketut Budiartha S.Ag, selaku Ketua IV Parisada Sidoarjo dengan materi khusus tentang Agama Hindu. Hadir juga pada kesempatan itu Sekretaris Parisada I Wayan Sudarma S.Ag, juga I Nengah Tama (ayah dari I Nyoman Novian). Konseling berjalan kurang lebih selama 1 jam sudah dirasa cukup. (Mr.Pink)

Wednesday 14 April 2010

Ketua PHDI dan Jajarannya survey ke Delta Praloyo


Pak Anom Mediana, selaku Ketua PHDI Sidoarjo yang baru dilantik 17 Desember 2009 yang lalu rupanya tidak mau tinggal diam dalam menanggapi aspirasi umat Hindu Sidoarjo. Sejak beberapa tahun lalu ada isue bahwa Umat Hindu Sidoarjo dapat jatah tanah makam di Pemakaman Umum Delta Praloyo Sidoarjo. Langkah pertama yang dilakukan Parisada Sidoarjo adalah melakukan audiensi dengan Bupati Sidoajo terkait dengan tanah makam tersebut. Kemudian ditindak lanjuti tanggal 11 April 2010 kemarin lalu melakukan survey atau kunjungan langsung ke lokasi Pemakaman Umum Delta Praloyo. Dari hasil kunjungan tersebut dapat diinformasikan bahwa untuk tanah makan umat Islam dan Kristen telah berfungsi dan telah tersedia jalan masuk tembus ke lokasi. Namun untuk tanah makan Hindu dan Budha, ternyata jalannya belum tembus ke lokasi. Untuk itu Anom Mediana akan segera menindak lanjuti dengan membuat proposal menyangkut batas wilayah dan pembuatan jalan tembus ke lokasi. Proposal akan ditujukan kepada Bupati Sidoarjo dan Dinas Pertamanan dan Team 9. Mari kita doakan semoga rencana dan keinginan kita ini bisa segera dibantu oleh Bupati Sidoarjo. Bravo untuk Parisada Sidoarjo and selamat berjuang. (Mr.Pink)

Tuesday 13 April 2010

Berita Sudhi Wadani dan Samskara Wiwaha


Sejak terbentuk pengurus baru PHDI Sidoarjo yang dilantik tanggal 17 Desember 2009 sampai bulan Maret 2010 PHDI Sidoarjo telah melaksanakan tugas pengesahan Samskara Wiwaha sebanyak 3 kali (3 pasang pengantin) dan rencananya tgl 20 April 2010 akan menyusul dari Sektor Tropodo Sidoarjo 1 pasang pengantin lagi. Uniknya dari keempat pasang pengantin tersebut, salah satu pasangannya berasal dari non Hindu sehingga sebelum Upacara Wiwaha (Akad Nikah) dilangsungkan, harus didahului dengan upacara Sudhi Wadani.

Ke-4 pasangan pengantin tersebut adalah sebagai berikut :
1. Dewa Kadek Wisnu W dgn Nur Aisyahwati (Sektor Trosobo)
2. Arif Rahman Saputra dgn Ni Luh Made Puspawati (Sektor Waru)
3. I Made Darsana Wibawa dgn Novi Mustika Rini (Sektor Waru)
4. Satu lagi dari Sektor Tropodo data menyusul, karena Samsara Wiwaha akan dilaksanakan tgl. 20 April 2010.

Sebelum pelaksanaan sudhiwidani dan wiwaha samskara, team konseling PHDI memberikan pembekalan tentang hidup berumahtangga (Grahasta) dan mekanisme pengurusan administrasi surat nikah termasuk catatan sipil. Form-form N1, N2, N3, N4, dst, FC KTP, akte kelahiran, pas foto dll serta pemberitahuan jadwal pernikahan sudah masuk catatan sipil paling lambat 2 minggu sebelumnya. Untuk selanjutnya PHDI akan membuatkan bentuk sosialisasi yang standard tentang prosedur pernikahan kepada umat Hindu di Sidoarjo sehingga mekanisme pengurusan administrasi maupun pembekalan untuk wiwaha samskara akan menjadi jelas dan tidak membingungkan yang bersangkutan. Selanjutnya harapan dari Ketua PHDI Sidoarjo Anom Mediana, agar para Taruna-taruni Hindu bisa mengikuti jejak 4 seniornya yang telah mendahului melaksanakan pernikahan. Astungkara (Mr. Pink)

Monday 5 April 2010

Dharma Shanti 2010 Tingkat Jawa Timur

Pada hari minggu tgl. 4 April 2010 kemarin dilaksanakan Dharma Shanti dalam rangkaian Perayaan Nyepi Tahun Baru Caka 1932, bertempat di Wantilan Agung Pura Mandara Giri Semeru Agung Senduro Lumajang. Acara internal umat Hindu dimulai jam 07.30 dengan Puja Astawa dan Tri Sandya bersama. Kemudian mulai jam 08.00 undangan mulai berdatangan antara lain Bupati Gianya Cok Ace, Muspida Kab. Lumajang, Camat Senduro, Kapolsek Senduro dll. Kehadiran umat tergolong luar biasa, sehingga tempat duduk yang disediakan panitia tidak mencukupi. Namun demikian umat tidak terlalu kecewa karena selain acara Dharma Shanti, umat juga bisa melaksanakan Tirta Yatra sembahyang bersama dan nunas Tirtha. Pengamatan penulis, pedagang dan penginapan full semua dan harga-harga pun nampaknya sempat merangkang naik. Yang agak unik dalam Dharma Shanti ini adalah kehadiran umat Jawa yang demikian banyak antara lain dari Blitar ada 9 bus, dari Banyuwangi ada sekitar 10 bus dan tidak ketinggalan yang sempat menjadi pusat perhatian adalah rombongan "Pak Sakerah" dari Wongso yang berpakaian khas Madura. Hal lain yang cukup menarik perhatian penonton adalah kehadiran Bondres Nyoman Durpa, dimana seorang Turis Asing ikut menjadi pemain Bondres dan cukup fasih berbahasa Bali dan mengucapkan mantram Tri Sandya. Setelah acara berakhir baru ketahuan bahwa Turis Asing tersebut tidak lain ada menantu dari Pak Nyoman Durpa, berkebangsaan Belanda dan sudah menjadi Hindu tinggal di Bali. Secara keseluruhan acara berjalan lancar dan sukses. (Mr.Pink)

Wednesday 24 March 2010

STHD Cabang Surabaya-Sidoarjo Praktek Yoga Asanas


Mata Kuliah Yoga adalah salah satu Mata Kuliah wajib yang harus diambil dalam perkuliahhan di STHD Cabang Surabaya-Sidoarjo. Agar mahasiswa tidak hanya berkutat dalam hal teori saja, maka kemarin dosen STHD I Gusti Ketut Budiartha S.Ag mengajak para mahasiswa utk langsung mempraktekan senam olah tubuh Yogas Asanas yang dalam hal ini lebih khusus diberikan kepada mahasiswa adalah Yoga Surya Namaskara. Seperti kita ketahui Yoga yang diperkenalkan oleh Rsi Panjali jaman dahulu kala ini terdiri dari 8 langkah yang harus dilaksanakan secara berurutan, yang sering disebut dengan nama Astangga Yoga yaitu : Yama, Nyama, Asana, Pranayama, Pratyahara, Dharana, Dhyana, Samadi. Senam olah tubuh Yoga Asana ini adalah urutan yang ke-3 setelah Yama dan Nyama. Nampak dalam gambar para mahasiswa sangat antosias untuk mengikuti senam ini. Dalam buku Surya Namaskara disebutkan bahwa gerakan Surya Namaskara ini jika dilaksanakan secara rutin diyakini akan dalam menghilangkan berbagai macam penyakit. "Kita sebagai orang yang beragama Hindu hendaknya terdepan dalam mempraktekkan kekayaan leluhur kita ini. Sangat ironis jika senam Yoga lebih dikenal oleh umat lain", ujar pak Gusti. Ketua PHDI Sidoarjo, Ir. Anom Mediana yang juga sekaligus sebagai pelindung STHD ini mengharapkan kegiatan senam Yoga seperti ini bisa diaksanakan secara rutin, dan tiap mahasiswa wajib untuk menyebar luaskan Yoga ini kepada umat Hindu disekitarnya. Latihan Yoga berakhir sampai jam 22.30 wib, 24 Maret 2010 di Pura JSA Sidoarjo. (Mr.Pink)

Monday 22 March 2010

Penghijauan di Krematorium Jala Pralaya Juanda

Masih dalam rangkaian kegiatan Hari Raya Nyepi Saka 1932, telah dilaksanakan kegiatan Dharma Negara berupa penghijauan 1000 pohon bertempat di Krematorium Jala Pralaya Juanda Sidoarjo pada hari Minggu 21 Maret 2010 mulai jam 07.00 Wib yang diprakarsai oleh Panitia Dharma Shanti Prop. Jatim. Jumlah umat yang hadir berpatisipasi dalam kegiatan ini sekitar 50 orang. Hadir juga beberapa tokoh umat Hindu Sidoarjo dan Surabaya antara lain : Ir. Nyoman Anom Mediana (Ketua PHDI Sidoarjo), Letkol Laut I Made Bermawi (Wakil Ketua Banjar Sidoarjo). Bersamaan dengan hari itu, ditempat terpisah diadakan juga kegiatan Kerja Bhakti di Taman Makam Pahlawan Mayjen. Sungkono. Hadir Ketua Panitia Dharma Shanti Jatim 2010 AKBP I Dewa Made Pastika SH,MH. Kedua kegiatan tersebut berjalan lancar sesuai rencana. "Astungkara kita dapat melaksanakan kegiatan Dharma Negara ini dengan baik dan lancar, mudah-mudahan tahun-tahun berikutnya dapat lebih ditingkatkan khususnya tentang kehadiran umat dalam kegiata seperti ini", ungkap Anom Mediana. (Mr .Pink)

Wednesday 17 March 2010

Upakara Bali dan Upakara Jawa Tengger berdampingan


Dalam rangkaian kegiatan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1932, telah diadakan Tawur Kesanga untuk Tingkat Propinsi Jatim bertempat di Taman Pahlawan Surabaya pada tanggal 15 Maret 2010. Taman Pahlawan ini adalah tempat yang sangat bersejarah bagi perjuangan Arek Suroboyo. Tempat ini cukup luas dan lapang. Ini dipilih untuk kedua kalinya sebagai tempat Tawur Kesanga, dengan beberapa alasan : pertama, tempatnya sangat lapang dan dapat menampung cukup banyak umat, kedua Taman Pahlawan berada di Pusat Kota Surabaya paling tidak akan menjadi perhatian warga Surabaya kegiatan apa yang dilaksanakan disana, sekaligus memperkenalkan Agama Hindu dan budayanya kepada masyarakat Surabaya. Ketua Panitia Tawur Kesanga AKBP I Dewa Made Pastika, SH, MH dalam sambutannya menyampaikan ada 2 jenis kegiatan umat Hindu di Surabaya dalam Merayakan Hari Raya Nyepi kali ini yaitu : Dharma Agama dan Dharma Negara. Dharma Agama yaitu : Melasti yang dipusatkan di laut Arafuru TNI-AL Surabaya pada tanggal 14 Maret 2010, Tawur Kesanga tannggal 15 Maret 2010, dan puncaknya adalah Catur Brata Nyepi tgl. 16 Maret 2010. Dharma Negara antara lain: Penghijauan dan Kerja Bhakti tgl. 21 Maret 2010, Donor Darah tgl. 26 Maret 2010 dan terakhir Dharma Santhi yang adakan diadakan di Wantilan Pura Mandara Giri Semeru Agung Senduro Lumajang Jatim. Yang agak unik dalam pelaksanaan Tawur Kesanga kali ini dimana Upakara/Sesajen Model Bali dan Sesajen Model Jawa/Tengger sama-sama ditampilkan dan dihaturkan. Nampak dalam gambar Dukun Mujono sedang Matur Piuning dengan sesajen Tengger. (Mr.Pink)

Friday 12 March 2010

Jadilah Yogi sehari pada Hari Raya Nyepi

Nyepi sebetulnya adalah hari indah untuk belajar puasa. Namun demikian, keindahan itu tidak akan muncul kalau tidak disertai adanya keyakinan. Apa yang kita lakukan saat menjelang nyepi ?. Jika ada niat untuk melakukan puasa, maka pertama kali yang kita lakukan adalah matur pada Bhatara Guru pagi - pagi untuk menyatakan niat kita untuk melakukan puasa selama ....jam. Begitu juga pada saat akan berakhirnya puasa, kita perlu juga menghaturkan terima kasih dan matur pada Bhatara Guru bahwa puasa akan segera diakhiri. Jika kita dapat melakukan puasa dengan hanya makan 1 kali saja dalam 1 hari, atau dalam 36 jam bagi siswa Hare Krishna atau Ananda Marga, Atau Kelompok Spiritual yang lain, maka tapa demikian sudah memenuhi syarat sebagai seorang yogi.

Perlu diketahui bahwa orang yang makan 3 kali lebih disebut orang berpenyakitan( rogi ), orang yang makan dua kali disebut sebagai penikmat ( bogi ), dan orang yang makan satu kali disebut yogi.

Manfaat puasa salah satunya adalah mengeluarkan racun ( toksin ), dan belajar menjaga kehalusan rasa. Karena itu, marilah kita belajar menjadi yogi walaupun hanya satu kali dalam setahun, mudah - mudahan pernah merasakan menjadi seorang yogi walaupun baru dari sisi pengendalian makan saja. Akhirnya saya menyampaikan Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Caka 1932. (Bagus Suryawan)

Sunday 7 March 2010

Ralat Jadwal Kegiatan Nyepi Caka 1932

Perayaan Hari Raya Nyepi Caka 1932 tahun 2010 ini mengusung tema :

"Jadikan Perayaan Nyepi 1932 Sebagai Momentum Penyadaran Diri dan Merekat Persaudaraan Untuk Bersama Memajukan Bangsa"

Adapun Rangkaian Kegiatannya adalah sebagai berikut :
- Tanggal 13 Maret 2010 Jam 14.00 : Pura Margo Wening Krembung Melasti ke Jolotundo
- Tanggal 13 Maret 2010 Jam 16.00 : Mekala Hyang di Pura JSA
- Tanggal 13 Maret 2010 Jam 19.00 : Persembahyangan Tumpek Landep di masing2 Pura Sda
- Tanggal 14 Maret 2010 Jam 07.00 : Pura JSA Melasti ke laut Arafuru TNI-AL
- Tanggal 15 Maret 2010 Jam 07.00 : Tawur Kasanga Tingkat Jatim di Tugu Pahlawan Sby
- Tanggal 15 Maret 2010 Jam 12.00 : Tawur Kasanga di masing2 Pura di Sidoarjo
- Tanggal 16 Maret 2010 Jam 06.00 : Melaksanakan Catur Brata Nyepi
- Tanggal 17 Maret 2010 Jam 06.00 : Sembahyang Ngembak Geni di masing2 Pura Sda
- Tanggal 21 Maret 2010 Jam 07.00 : Penghijauan di Krematorium Jala Pralaya
- Tanggal 21 Maret 2010 Jam 07.00 : Kerja Bhakti di Makan Pahlawan Mayjen Sungkono
- Tanggal 26 Maret 2010 Jam 07.00 : Donor Darah di Kantor PMI Surabaya
- Tanggal 04 April 2010 Jam 08.00 : Dharma Shanti Jatim di Pura Mandara Giri Senduro.

(PHDI Sidoarjo)

Monday 1 March 2010

Umat membludak pada persembahyangan Banyu Pinaruh


Kehadiran para Siswa Pashraman JSA dalam mengikuti persembahyangan Banyu Pinaruh di Pura Jala Siddhi Amertha tgl. 28 Pebruari 2010 kemarin sangat rame. Tidak hanya siswa, para orang tuapun sangat rame. Seorang tokoh umat Sidoarjo berkomentar : "Banyu Pinaruh kali ini jauh lebih rame dari pada Banyu Pinaruh sebelumnya. Di tempar parkir mobil sampai berdempetan, bahkan sampai ada yang harus parkir di luar area parkir". Apakah ini pertanda tingkat Sradha Umat Hindu Sidoarjo meningkat ? Semoga saja demikian. Atau ini hanya disebabkan karena bulan Maret ini akan ada Unas dan UAS ? "Apapun penyebabnya, kita harus berbangga atas kehadiran umat untuk bersembahyang pada Banyu Pinaruh kali ini", ungkap seorang tokoh yang lain. Dalam persembahyang kali ini, Dharma Wacana diisi oleh Guru Pashraman JSA Bapak Bambang Rahono. Dengan semangat yang sangat tinggi, Bambang menyampaikan bahwa hendaknya kita semua tidak lagi mempermasalah bahwa Hindu nampak berbeda-beda. Yang berbeda itu hanya tampak luar, hal ini sangat terkait dengan local genius budaya setempat, namun Hindu tetaplah Hindu. Hendaknya kita junjung tinggi perbedaan untuk lebih meningkatkan Hindu ke depan. Setelah selesai persembahyangan, seperti biasa para siswa mendapat bagian Nasi Kuning Pradnyan dan Loloh Sinom Pradnyan, sebagai simbul agar siswa lebih mampu meningkatkan keinginan belajar, sehingga anak-anak menjadi lebih pintar dan sukses di Sekolah. Yang menarik, panitia menyediakan Nasi Kuning yang cukup banyak, sehingga semua umat yang hadir bisa menikmati Nasi Kuning Pradnyan. (Mr. Pink)

Sunday 14 February 2010

Susunan Panitia Dharma Shanti Hari Raya Nyepi 1932 Jawa Timur

Ketua Umum : AKBP. Dewa Made Pastika,SH,CK,MKn,MM
Ketua I : I Wayan Weneng MBA
Ketua II : Ir. Made Ardita Tata
Ketua III : Drs. Eddy Sumianto

Sekretaris Umum : Ir. Nyoman Simpen
Sekretaris I : Letkol. Drs. Ngurah Susanta
Sekretaris II : Mayor Laut Drs. I Made Suweca

Bendahara Umum : Ir. I Nyoman Garminta
Bendahara I : I Gusti Nyoman Gitra
Bendahara II : I Ketut Gotra

Koordinator Bidang Yadnya : Kolonel Laut (pur) I Made Pura
Koordinator Bidang Penggalian Dana : I Wayan Dendra
Koordinator Bidang Acara : Mayor Laut (KH) I Made Suweca
Koordinator Bidang Protokol : Mayor Laut I Putu Suartana
Koordinator Bidang Dekorasi : I Ketut Agus
Koordinator Bidang Dokumentasi dan Publikasi : I Gusti Ketut Budiartha
Koordinator Bidang Pelayanan Kesehatan : Dr.dr. Dewa Gede Ugrasena, SpA
Koordinator Bidang Penghijauan : Lekol Laut I Ketut Sumerta
Koordinator Bidang Sosial Karya Bhakti : Mayor (Mar) I Dewa Made Sudiarta
Koordinator Bidang Konsumsi : Ibu Ketut Yekti
Koordinator Bidang Keamanan : Mayor (Pomal) I Gusti Ngurah Suguna
Koordinator Bidang Perlengkapan : Mayor (Mar) Kadek Sumanila
Koordinator Bidang Transportasi : Letkol Arm I Ketut Sumertha
Koordinator Bidang Pengerahan Massa : AKBP I Nyoman Komin, SH, MH
Koordinator Bidang Kesenian : I Gusti Agung Cok

Jadwal Rangkaian Kegiatan Hari Raya Nyepi 1932

Perayaan Hari Raya Nyepi tahun 2010 ini mengusung tema :

"Jadikan Perayaan Nyepi 1932 Sebagai Momentum Penyadaran Diri dan Merekat Persaudaraan Untuk Bersama Memajukan Bangsa"

Adapun Rangkaian Kegiatannya adalah sebagai berikut :

- Tanggal 05 Maret 2010 jam 07.00 Wib : Kerja Bhakti di Taman Makam Pahlawan Mayjen Sungkono
- Tanggal 05 Maret 2010 Jam 07.00 Wib : Kegiatan Penghijauan di area Krematorium Juanda
- Tanggal 13 Maret 2010 jam 14.00 Wib : Pura PAMW Krembeung Melasti ke Jolotundo
- Tanggal 14 Maret 2010 jam 08.00 Wib : Pura JSA Juanda Melasti ke laut Arafuru
- Tanggal 15 Maret 2010 jam 07.00 Wib : Tawur Kesanga Tingkat Jatim di Tugu Pahlawan Surabaya
- Tanggal 15 Maret 2010 jam 13.00 Wib : Tawur Kesanga Tingkat Kab. Sidoarjo di masing-masing Pura di Sidoarjo
- Tanggal 16 Maret 2010 Jam 06.00 Wib : Melaksanakan Catur Brata Nyepi
- Tanggal 17 Maret 2010 Jam 07.00 Wib : Ngembak Geni, Persembahyangan Bersama di masing-masing Pura di Sidoarjo.
- Tanggal 04 April 2010 Jam 08.00 Wib : Dharma Shanti Jawa Timur diadakan di Pura Mandara Giri Lumajang.

(PHDI Sidoarjo)

Sunday 7 February 2010

Hujan Rintik mengiringi prosesi Piodalan di Pura JSA

Tgl. 6 Pebruari 2010 Sabtu kemarin bertepatan dengan Tumpek Wayang, adalah Piodalan dan Nugtug Karya di Pura Jala Siddhi Amertha Sidoarjo. Rangkaian Upacara dimulai Jam 14.00 diawali dengan Ngebejiang, sebagai Manggala Upacara adalah Pemangku Pura Jala Siddhi Amertha. Kemudian sekitar jam 16.00 Wib Ida Pandita Gde Anom Jala Karana Manuaba mulai melinggih. Proses Upacara diawali dengan Mecaru Panca Sata, kemudian dilanjutkan dengan Mlaspas Gedong Penyimpenan. Kemudian upacara dilanjutkan lagi untuk proses Nugtug Karya, setelah itu diselingi dengan Ngewali dengan menampilkan Topeng Sidakarya yang dimainkan oleh Mangku Nengah Maryasa dan ditemani oleh I Gusti Ketut Budiartha sebagai penasar. Kurang lebih pukul 17.45 wib persembahyangan pertama dimulai, dimana pemedek belum terlalu banyak, sebagian besar diikuti Pengemong Pura. Dalam kesempatan tersebut Bpk. Gde Wiadnyana berkenan untuk memberikan Dharma Wacana sekitar makna dari Nugtug Karya. Setelah berakhirnya Persembahyangan Bersama yang pertama, dilanjutkan persembahyangan bersama berikutnya. Astungkara.. semakin malam, hujan semakin reda dan menghilang. Sementara di depan Kori Agung dipentaskan tari-tarian hiburan antara lain : tari Pendet, tari Panjisemirang, tari Sekarjagad dan puncaknya tari Bondres yang membawakan kisah tentang Sang Jarat Karu. Kisah ini menjadi menarik karena sang penari sekalian memberi pencerahan keimanan, dimana perbuatan dosa akan membawa kehancuran kepada yang bersangkutan. Disamping itu bagi Umat Hindu, wajib untuk melaksanakan Catur Asrama secara berurutan mulai dari Bahmacari, Grahasta, Wanaprasta dan Biksuka. Janganlah seperti kisah Sang Jarat Karu, setelah Brahmacari langsung melaksanakan Wanaprasta, tanpa melalui Grehasta, akibatnya orang tua Sang Jarat Karu harus masuk neraka karena Sang Jarat Karu tidak punya Sentana untuk melanjutkan kewajibannya melakukan sembah bhakti kepada leluhur. Tari Bondres dimainkan oleh penari yang sudah tidak asing lagi yaitu : Mangku Nengah Mariyasa dan I Gusti Ketut Budiartha. Tarian penutup adalah sebuah tari Jempiring yang dibawakan oleh Ibu Wayan dari Kenjeran. Pada Piodalan di Pura JSA kali ini, umat cukup banyak yang hadir ngaturang Bhakti, ini terbukti dari persembahyangan bersama sampai 9 tahap. Astungkara semua proses piodalan berjalan lancer. Nyineb dilakukan sekitar jam 23.00. (Mr Pink)

Monday 1 February 2010

Rangkaian Upacara Nugtug Karya dan Piodalan di Pura JSA

Minggu tgl. 31 Januari 2010 :
- jam 08.00 Wib : Nanceb Karya
- jam 15.00 Wib : Matur Piuning ke Pura-pura
- Jam 18.30 Wib : Nganyarin (persembahyangan bersama)
Tgl.1 Pebruari s/d 6 Pebruari 2010 : Seluruh umat dimohon ngaturang ayah mulai jam 08.00 s/d selesai
Jumat tgl. 5 Pebruari 2010 :
- jam 08.00 Wib : Kerja Bhakti massal
- Jam 18.00 Wib : Lomba Gebogan dan Penjor masing2 sektor dan juga gladi bersih seluruh tarian.
Sabtu tgl. 6 Pebruari 2010 :
- Jam 08.00 Wib s/d 13.00 Wib : Mendehang Banten
- Jam 14.00 Wib : Ngebejiang
- Jam 16.00 Wib s/d 18.00 wib : Ida Pandita melinggih sebagai manggala Mlaspas Bale Penyimpenan, Nugtug Karya dan Piodalan.
- Jam 16.30 wib : Topeng Sidakarya
- Jam 18.30 Wib : Tari-tarian Hiburan
- Jam 22.00 Wib : Nyineb

(Panitia)

Wednesday 27 January 2010

Pertemuan ke-2 antara PHDI dengan Wayan Dendra

Secara mendadak kemarin tgl. 27 Januari 2010 jam 20.00 wib Pak Wayan Dendra (anggota DPRD Kab. Sidoarjo) mengajak Pengurus PHDI untuk bertemu di Pura Jala Siddhi Amertha, menindak lanjuti pertemuan tgl. 22 Januari 2010. Perjuangan Wayan Dendra yang tidak mengenal lelah untuk berupaya agar Umat Hindu mendapat dana pembinaan secara rutin dari Pemkab Sidoarjo, rupanya menampakkan sinar terang. Salah satu Mata Anggaran berlabel BANTUAN MAJELIS PHDI telah mendapat persetujuan dari Badan Anggaran Daerah, walaupun nilai uangnya belum diketahui. "Astungkara, ini benar-benar anugrah Ida Betara, sehingga satu mata anggaran yang terkait Umat Hindu telah disetujui, walaupun nilai uangnya belum kita ketahui", demikian ungkap Wayan Dendra sambil berkaca-kaca karena terharu campur bergembira. Semua peserta rapat secara spontan menyalami Pak Wayan Dendra sebagai ungkapan terima kasih atas segala perjuangannya di DPRD maupun di Pemkab Sidoarjo, semoga ke depan selalu ada wakil umat Hindu duduk di DPRD Sidarjo yang peduli terhadap umat.(Mr.Pink)

Monday 25 January 2010

Pertemuan Kekeluargaan antara PHDI dengan Anggota DPRD Sidoarjo

Pada tanggal 22 Januari 2010 yang baru lalu, merupakan hari yang sangat baik bagi PHDI Sidoarjo khususnya dan Umat Hindu Sidoarjo umumnya, karena pada hari itu jam 19.00 wib bertempat di Bale Gong Pura Jala Siddhi Amertha, Bapak Wayan Dendra (anggota DPRD Sidoarjo) berkenan mengadakan pertemuan dengan lembaga-lembaga Hindu yang ada di Sidoarjo antara lain : PHDI, Pashraman, Rumah Tangga Pura dan Yayasan. Hal utama yang dibahas adalah bagaimana caranya agar Umat Hindu di Sidoarjo mendapat kucuran dana secara rutin dari Pemerintah. Hal ini perlu diperjuangkan karena umat lain sudah lebih dulu mendapatkan dana tersebut. Bapak Wayan Dendra memberikan saran agar masing-masing lembaga, khususnya : Pashraman, Rumah Tangga Pura maupun PHDI mengajukan proposal ke Pemerintah Kabupaten Sidoarjo paling lambat akhir bulan Januari 2010. Dalam proposal harus ditulis secara detail kebutuhan kita. Misalnya Pashraman ada 2 buah yaitu Pashraman Jala Siddhi Amertha dan Pashraman Empu Bharadah, keduanya membuat proposal masing-masing. Demikian juga ada 3 buah Pura di Sidoarjo yaitu : JSA, Margo Wening dan Nirwana Jati, semuanya membuat proposal masing-masing untuk kebutuhan anggaran dalam 1 (satu) tahun. Pak Wayan Dendra dalam sambutannya mengatakan jika proposal ini bisa selesai pada waktunya, beliau akan berusaha mengawal dan optimis akan memperoleh dana, namun besarnya sangat tergantung dengan anggaran yang ada di Pemkab Sidoarjo. Secara umum kita sebagai umat Sidoarjo merasa senang dan bersyukur ada seorang wakil dari umat kita yang duduk sebagai anggota DPRD. Mudah-mudahan apa yang kita rencanakan dapat berjalan dengan baik atas anugrah Ida Hyang Widhi Wasa. (Mr.Pink).

Sunday 17 January 2010

CIWA RATRI MALAM PERENUNGAN SUCI DI PURA MARGO WENING


Malam perenungan suci (Ciwa Ratri) di Pura Penataran Agung Margo Wening dihadiri oleh Umat Hindu Persembahyangan yang dimulai pada jam 19.30 Wib dipimpin oleh Jero Mangku Ketut Pasek yang didahului dengan pengayaban banten. Sebelum persembahyangan ditutup dengan Parama santih, acara diisi dengan Dharma Tula dengan nara sumber Bapak Ketut Suardaka. Pelaksanaan ini tidak bergeser dari tempat sembahyang yaitu di uttama mandala. Peserta sangat antusias menyimak makna dari Ciwa Ratri yang sebelumnya kita beranggapan bahwa inilah malam penebusan dosa. Nara sumber mengajukan pertanyaan “ apakah dosa yang kita buat selama satu tahun atau lebih apa mungkin bisa ditebus dalam waktu satu malam? Inilah yang perlu disimak. Perenungan yang dimaksud disini adalah berdiam dan menenangkan diri untuk menemukan kesadaran diri yang sejati. Sepanjang kita berada dalam kondisi pikiran yang gelap, kita tidak pernah bisa membedakan mana prilaku kita yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang menyenangkan orang lain dan mana yang meyakiti orang lain, bahkan dalam kondisi yang emosional manyakitkan orang lain atau mencelakakan orang lain dianggap yang terbaik, demikianlah yang disebut kegelapan jelas Ketut Suardaka. Begitu banyak pertanyaan ataupun saran yang disampaikan peserta sehingga tanpa terasa kita telah diskusi selama 2,5 jam lebih. Pada akhir sesi Pak Gusti Nyoman Gitra selaku Ketua Tumah Tangga Pura Penataran Agung Margo Wening Krembung menyampaikan terima kasih kepada umat yang berkesempatan hadir malam tersebut. Dhrama Tula ini ditutup pada jam 23.50 Wib dan dilanjutkan dengan persembahyangan tengah malam serta Japam “OM NAMA CIWAYA.” (Nyoman Simpen)

Thursday 14 January 2010

Persembahyangan Bersama dan DharmaTula Siwaratri di Pura JSA


Pelaksanaan prosesi persembahyangan Siwaratri tadi malam tgl. 14 Januari 2010 di Pura Jala Siddhi Amertha diawali dengan Persembahyangan Bersama mulai jam 19.30 wib Pemangku menghaturkan Puja Astawa, kemudian diisi Dharma Wacana oleh Pak Nyoman Partha dengan judul : Filosofi Siwaratri. Secara garis besar Partha menyampaikan bahwa alam ini terdiri dari 2 unsur yaitu : Purusa dan Prakerti. Purusa adalah unsur kejiwaan yang tidak nampak yang bersumber dari Hyang Widhi Wasa. Sedangkan Prakerti adalah unsur kebendaan. Kedua unsur inilah yang sangat mempengaruhi sifat manusia. Purusa akan mempengaruhi manusia untuk cendrung bersifat Suri Sampad (Kedewataan) sedangkan Prakerti cendrung akan mempengaruhi sifat manusia untuk bersifat Asuri Sampad (Keraksasaan). Sembahyang Siwaratri ini diyakini akan mampu menetralisir sifat manusia yang cendrung besifat negatif atau Asuri Sampad menjadi Suri Sampad.

Setelah persembahyangan bersama, umat diajak untuk ikut dalam Dharma Tula.yang dimulai kurang lebih jam 22.00 wib dengan menampilkan pemakalah I Gusti Ketut Budiartha dengan judul ”Peranan Generasi Muda dalam mengembangkan Hindu”. Disini sangat jelas nampak bahwa Pak Gusti sangat antosias memberi arahan kepada para remaja dan Generasi Muda Hindu agar terus menerus meningkatkan Sradha dan Bhakti kepada Hindu, sehingga mampu mempertahankan Agama nya kelak saat generasi muda ini akan berumah tangga.

Selesai Pak Gusti menyampaikan makalahnya, dilanjutkan dengan tanya jawab. Dimana dalam tanya jawab ini ada beberapa orang nara sumber yang mampu menjawab segala permasalahan yang disampaikan oleh generasi muda Hindu Sidoarjo, yaitu : Drs. Dewa Putu Adnyana, Dewa Made Pastika, SH,MM, Letkol I Ketut Sumerta dan Mangku I Gde Sumerta. Para Generasi Muda sangat anosias dalam menyampaikan pertanyaan, sehingga Dharma Tula ini terasa hidup. Tepat jam 00.00 Wib dilakukan persembahyang Tengah Malam dan ditambahkan dengan berjapa dengan mengucapkan mantram ”Om Nama Siwaya” sebanyak 108 kali. Acara ini sampai akhir dihadiri kurang lebih 150 orang.(Mr. Pink).

Tuesday 12 January 2010

Siwaratri Dalam Pengertian Kekinian

Ada seorang siswa bertanya kepada Gurunya :

Siswa : Kapan kita harus melaksanakan atau merayakan Hari Siwaratri ?
Guru : Pada panglong ping 14 sasih kepitu (Maghamasa)
Siswa : Mengapa kita harus melaksanakan Berata Siwaratri ?
Guru : Sebagai umat yang beragama Hindu, kita meyakini isi dari pada Weda. Anjuran untuk laksanakan Berata Siwaratri ini termuat dalam Weda Smerti yaitu : Garuda Purana atau Padma Purana, termasuk juga cerita Lubdhaka yang ditulis oleh orang suci jaman dulu yaitu Empu Tanakung.
Siswa : apa saja yang dilaksanakan dalam Berata Siwaratri itu ?
Guru : Ada 3 Berata (Tri Berata) yang mestinya kita laksanakan yaitu : Jagra (tidak tidur semalam suntuk sambil melaksanakan perenungan diri), Upawasa (pengendalian hawa nafsu khususnya terhadap makanan dan minuman) dan Mona Berata (pengendalian hawa nafsu khususnya terhadap pembicaraan)
Siswa : Secara logika kekinian, kenapa kita harus JAGRA ?
Guru : Yang dimaksud JAGRA disini, bukanlah begadang sembarang begadang, namun begadang diserai dengan perenungan, mawas diri, introspeksi diri, maka biasanya orang mengadakan Dharma Tula.
Siswa : Secara logika kekinian, kenapa kita harus Upawasa ?
Guru : Upawasa tidak lain adalah salah satu bentuk mengendalian diri tanpa harus makan dan minum selama 24 jam. Jika kita mampu melaksanakan Upawasa diyakini Karma Wasana baik yang akan kita peroleh.
Siswa : Kenapa juga kita harus melaksanakan Mona Berata ?
Guru : Mona Berata juga adalah salah satu bentuk pengendalian diri yaitu janganlah kita mengeluarkan kata-kata yang tidak baik selama 24 jam.
Siswa : Rasanya sangat berat kami melaksanakan Tri Berata Siwaratri karena kami ini baru belajar dalam pelaksanaan Tri Berata.
Guru : Tidak ada masalah, laksanakanlah secara bertahap. Sebagai pemula bisa kita laksanakan hanya JAGRA saja. Lama lama bisa memingkat ditambah dengan Upawasa. Kemudian setelah terbiasa baru kita tambahkan dengan Mona Berata.
Siswa : Terima kasih Guru atas pencerahannya. (Mr. Pink)

Monday 11 January 2010

"Mepamit" dari Pashraman JSA


Pada hari minggu 10 Januari 2010 sekitar jam 12.00Wib bertempat di ruang guru Pashramana JSA diadakan acara pamitan I Gusti Ketut Budiartha dan Luh Gede Tirtawati dari Pashramana JSA. Bapak I Gusti Ketut Budiartha mundur dari Wakil Ketua Pashraman JSA dengan alasan agar tidak terjadi komplik kepentingan karena beliau telah diangkat menjadi Wakil Ketua IV Bidang Pendidikan, Seni Budaya dan Penerangan PHDI Sidoarjo. Dalam sambutannya Pak Gusti (demikian panggilanya) selalu siap membantu Pashraman JSA untuk ikut membina siswa Pashraman dalam bidang Seni Budaya. Sedangkan Luh Gede Tirtawati mepamit dari Pashraman JSA dengan alasan mendapat tugas baru di Bank Mega Denpasar Bali. Acara pamitan tersebut dihadiri oleh Pak Gede Wiadnyana mewakili Ketua Rumah Tangga Pura JSA, Pak Cok dan Pak Made Boja mewakili Komite dan para guru Pashraman. Dalam kesempatan tersebut diserahkan cindramata oleh Ketua Pashrama JSA I Dewa Gede Ngurah Supartha kepada I Gusti Ketut Budiartha dan Luh Gede Tirtawati berupa amplop. Acara diakhiri makan bersama.

Thursday 7 January 2010

“DHARMA GITA” SEBAGAI MEDIA MENUMBUH KEMBANGKAN RASA KEAGAMAAN DAN PELAKSANAAN DHARMA AGAMA

Metode pembelajaran agama sudah dilaksanakan oleh orang tua kita terhadap anak-anaknya sejak kecil. Ketika bulan Purnama apalagi saat odalan di pura, saya masih ingat dan terngiang di telinga saya bagaimana girangnya menyambut perayaan tersebut. Bersama teman-teman, yang waktu itu di tempat saya ada semacam permainan kala-kalaan, silas kapal, kasti dll, akan tetapi tidak menyurut rasa gembira dan tidak ada beban yang menyelimuti hati.

Nah bagaimana dengan kehidupan dan perkembangan di abad sekarang? Atas kemajuan jaman dan teknologi serta sumber sumber pelajaran agama yang dengan mudah didapat, apalagi belakangan ini Internet sudah menjamur, sehingga dapat dikatakan munculnya generasi mall, plaza, makan siap saji, handphone, internet. Mereka tidak saja menganut budaya kebendaan dan tingkah laku, akan tetapi juga menganut idiologi massa dan instan. Padahal pijakan mereka pada budaya sendiri tidak kokoh atau sudah hilang. Buku-buku sumber pelajaran agama sekarang sudah banyak, kuncinya apakah kita mau rajin dan gemar membaca? Sebenarnya metode yang dipakai oleh orangtua kita untuk belajar agama adalah metode berjenjang. Salah satu diantaranya adalah melalui Dharma Gita.

Dharma Gita berasal dari kata dharma yang artinya kebajikan, kesucian, kebenaran dan Gita artinya nyanyian. Jadi “Dharma Gita” adalah nyanyian tentang kebenaran , kesucian, atau kerohanian yang dilantunkan dalam kegiatan upacara keagamaan. Tujuannya adalah dapat menumbuhkan rasa bhakti, menumbuhkan rasa ketulusan keheningan hati dalam memuja Ida Sanghyang Widhi. Fungsi Dharma Gita secara umum sebagai media untuk menumbuh kembangkan rasa keagamaan dalam pelaksanaan Dharma Agama. Dalam Agama Hindu, rasa keagamaan ditumbuhkan dengan ramuan Rasa Guna Bhoga dan Rasa Bhasa Basita yang diserap melalui Panca Golaka yaitu lima kemampuan persepsi atau daya tangkap indrya dalam bentuk tan matra.

Dalam Vrhaspatitattwa 33 disebutkan:
Ikang śabda tanmãtra dadi talinga, pinaka pangřengö pakénanya, ikang sparsatanmãtra dadi kulit, pinaka pangrasa panas tis pankénanya, ikang rũpatanmãtra dadi mata pinaka panon pakénannya, ikang rasatanmãtra dadi hilat pinaka pangrasa pakénanya, yan pamukti sadrasa, ikang gandhatanmãtra dadi irung pinaka pangambung gandhabo awangi pakénanya, apan ika pinaka golakaning indriyeka sampun ingujar ngũni.

Kemudian yang mengikuti Panca Budhi Indria yaitu lima indriya penyedar (Srotendrya, Tuakindrya, Caksundrya, Jihwendrya, dan Granendrya). Dari rasa-rasa tersebut timbulnya rasa cinta kasih melalui tembang-tembang yang dilantunkan umumnya oleh orang tua kepada anak- anaknya yang diharapkan akan tumbuh menjadi anak yang “SUPUTRA” berdasarkan harapan-harapan yang terkandung dalam tiga Adnyana Sakti yakni, Sang Hyang Gurureka, Sang Hyang Saraswati, dan Sang Hyang Kawiswara.

Dharma gita juga disampaikan dengan cara berjenjang oleh orangtua kita mulai dari yang ringan dan yang lucu, yang tak beraturan, anak anak yang baru mulai nyloteh mulai belajar berbicara, belum bisa merangkai kata-kata sampai dengan yang penuh dengan makna seperti Sekar Rare dan Sekar alit, Sekar madya, Sekar Agung, Palawakya dan Sloka dan Sruti. Semua hal tersebut disampaikan dengan berjenjang/hirarki, yang disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan putra-putrinya. Seperti terlihat dalam beberapa contoh Sekar Rare berikut.

Ratu ayu metangi me ilen ilen
Dong pirengan munyin sulinge ne di jabe
Enyen ento menyuling di jabe tengah
Gusti ngurah alit jambe pemecutan

Dahulu tembang tersebut sering terdengar di telinga ketika orang tua pada jaman dulu membangun anak-anaknya. Tidak saja membangunkan akan tetapi ketika mereka menggendong dan sambil menyuapi anak-anaknya.

Cakup Cakup Balang
Luwung titi luwung pengancan
Empak empak kayu bunut
Tepen umah isangut, tepen umah isanghyang….dst

Gending tersebut sering dilantunkan ketika seorang anak mulai belajar merangkak, berdiri dan bahkan mulai belajar berjalan langkah demi langkah dan si anak bulai bisa merespon canda ria dari orang tua.

Bebeke putih jambul, Mekeber ngaja kanginan,
teked kaje kangin, ditu ye tuwun mekejang,
briak briuk mesileman, kitak kituk mepangenan
.

Nyanyian tersebut sering terdengar di telinga kita ketika seorang ibu ingin memandikan jabang bayi sampai selesai dan anak-anak tersebut benar-benar bersih dan sudah berbaju. Nyanyian tersebut sudah mengandung nilai-nilai ajaran agama yang penuh dengan makna filosofinya.

Bila kita dapat menyimak makna kata demi kata, kalimat demi kalimat dalam nyanyian tersebut di atas, tidak hanya cukup merasa puas dengan apa yang kita miliki sekarang dalam hal ini bukan kekayaan akan tetapi ilmu pengetahuan memegang peranan yang amat sangat penting dalam menghadapi zaman globalisasi seperti sekarang tentunya dengan menyatukan visi dan misi dalam pengabdian dengan harapan suatu pengabdian tidak ada sesuatu yang disesali akan tetapi pengabdian yang tulus dan ikhlas. (Ni Nyoman Tanjung - Guru Pashraman JSA)

Tuesday 5 January 2010

Siwaratri Jalan Pendakian Menuju Pembebasan


Bhagawad Githa VIII.5
Antakale ca mam ewa
Smaran muktwa kalewaram,
Yah prayati sa madbhawam
Yati na sty atra samsayah

Artinya:
Barang siapa pada waktu ajal tiba, akan meninggalkan badan jasmani ini mengenang Aku selalu, sampai kepada-Ku, ini tidak dapat diragu-ragukan lagi.

Bertepatan dengan hari ke 14 paruh gelap (panglong ping 14) bulan ke tujuh (Magha), seorang pemburu binatang bernama Lubdhaka berangkat ke hutan rimba. Perjalanannya yang seorang diri menuju arah Timur Laut melewati desa-desa tradisional, penduduknya sangat ramah dan santun. Sesampainya di hutan yang dituju tak seekor binatangpun nampak, hingga mendekati petang ia masih berputar-putar di tengah hutan, sampai akhirnya ia menemukan sebuah ranu (danau) yang cukup luas. Ditepian danau itulah Lubdhaka istirahat sambil menunggu binatang-binatang yang datang untuk minum. Rupanya keberuntungan belum berpihak kepada Lubdhaka, tak seekor binatang pun yang datang minum di danau itu. Matahari mulai terbenam, Lubdhaka memutuskan untuk menginap di sekitar danau.Untuk menghindari sergapan binatang buas, maka naiklah ia ke pohon maja (bilwa) yang ada ditepian danau. Takut terjatuh dari pohon saat tidur, maka dipetik-petiklah satu persatu daun pohon maja itu, sebagai pengusir rasa kantuk. Di bawah pohon maja terdapat Siwa - Lingga (nora ginawe : tidak ada yang membuat) dan dengan tidak diketahuinya semua daun maja yang dipipiknya jatuh ke Siwa - Lingga. Tanpa disadari sang Bhaskara (Matahari) telah muncul di ufuk timur, Lubdhaka turun dari pohon dan pulang meninggalkan keindahan pagi di hutan dengan kekecewaan yang mendalam karena tak seekor binatang pun yang didapat. Setibanya di rumah hari telah sore, betapa sedih istri dan anak-anaknya, hari itu mereka tidak makan. Hari demi hari berlalu kehidupan Lubdhaka dan keluarganya dijalani dengan tabah dan sabar serta senantiasa mendekatkan diri dengan Sang Penguasa Alam. Tibalah waktunya Lubdhaka ditimpa sakit keras dan kemudian ia pun meninggal dunia. Jenazahnya di bakar (ngaben). Rohnya (atma) melayang-layang di angkasa dengan penuh kesedihan karena tidak mengetahui jalan yang mesti ditempuhnya. Sang Hyang Siwa (Tuhan) mengetahui keadaan roh Lubdhaka. Teringatlah Beliau terhadap perbuatan Lubdhaka yang telah melaksanakan Brata Siwaratri. Beliau memerintahkan para Ganabala (serdadu Siwa) menjemput roh Lubdhaka dan membawanya kehadapan Beliau. Di pihak lain Bhatara Yama (Dewa Kematian) juga mengutus Yama Bala menjemput roh Lubdhaka dan disiksa, disakiti. Terjadilah perdamaian antara Ganabala dan Yamabala karena sama-sama menjalankan perintah. Akhirnya roh Lubdhaka di bawa menghadap Sanghyang Siwa dan dianugrahi berbagai kebahagiaan sorga. Sinopsis kisah pemburu si Lubdhaka terdapat dalam sumber Kakawin Siwaratrikalpa karya Mpu Tanakung pada zaman Majapahit. Cerita di atas adalah cerita yang sarat dengan pemaknaan simbolis. Lubdhaka pada saat yang tepat telah melakukan Pajagran (tidak tidur), orang yang melek artinya orang yang senantiasa sadar akan keberadaan Sang Diri. Sadar akan keberadaan Sang Diri berarti senantiasa mengabdikan diri pada Tuhan. Sebaliknya menurut Kitab Wrehaspati Tattwa menjelaskan bahwa manusia yang dibelenggu oleh indria-indrianya dinyatakan orang yang aturu (tidur), dan manusia yang senantiasa aturu (tidur) itulah yang disebut papa. Kepapaan sangat dekat dengan penderitaan, penderitaan hidup adalah wujud neraka di dunia. Lubdhaka dengan kesadaran yang tinggi (Jagra), dan penguasaan pengendalian diri yang kuat: Upawasa (puasa) dan Mona brata (mengendalikan kata-kata), telah dapat menikmati pahala karma baiknya yaitu bertemu dan menyatu dengan Siwa. Ajaran agama yang terkandung dalam Siwaratri adalah ajaran Siwa. Sembah (namasmaranam) dan persembahan (yajna) kehadapan Siwa sebagai Tuhan Maha Pengasih dan Maha agung. Pertemuan dan persatuan dengan Siwa adalah menjadi tujuan. Hal penting lainnya pada Hari Suci Siwaratri adalah pelaksanaan Punya (bantuan dana / materi secara tulus iklas) kepada umat yang sangat membutuhkan, dan Pinandita, Pandita. Punya sesungguhnya merupakan lawan kata dari Papa mendapat tempat penting dalam agama Hindu. Artinya agama Hindu mengajak umat Hindu untuk memperhatikan dan menangani masalah-masalah social dan kemanusiaan, sebagai tindakan kerohanian. Hari Raya Suci Siwaratri jatuh pada tanggal 14 Januari 2010, perayaannya setiap setahun sekali yaitu sekitar bulan Januari - Pebruari. Ajaran yang terkandung dalam Siwaratri adalah ajaran pendakian spiritual menuju pembebasan. (IB.Heri)

Sunday 3 January 2010

KEJUJURAN (Cerita Untuk Anak)


Pada suatu hari dalam rangka memperingati tegak piodalan di sebuah pura , taruna dan taruni pura mengadakan lomba melukis yang pesertanya dari Pasraman sekolah minggu mulai dari anak kelas 1 sampai dengan kelas 6 saja. Perlombaan ini merupakan perwakilan dari masing – masing kelas yang ada. Nama anak-anak yang berhak mewakili masing-masing kelas adalah : Tole, Gede, Mechan, Agus, Ayu dan Puja. Semua stick holder yang ada di Pura tersebut sangat mendukung event ini, perlombaan kali ini hanya merebutkan juara satu saja dan berhak untuk berlibur ke Bali menginap di hotel berbintang lima selama dua hari dua malam. Hadiahnya disponsori oleh Yayasan Pura dan Koperasi Pura. Peserta lomba diminta menggambar/ melukis sebuah bangunan suci yang ada di Pura dirumah masing-masing dan kemudian diserahkan ke panitya lomba pada hari yang sudah ditentukan.

Dengan iming-iming hadiah tersebut membuat salah satu orang tua anak ikut kalang kabut berkeinginan memenangkan hadiah yang dijanjikan panitya. "Kesini nak Tole biar papa yang buatkan gambar bangunan suci, papa akan buatkan gambar dan warna yang paling bagus agar kamu bisa jadi juara, kalau jadi juara kan bisa menginap sekeluarga di hotel kelas berbintang tersebut, ini kesempatan emas jangan disia-siakan nak. Bayangkan, seumur-umur papa nggak bakalan bisa ke hotel berbintang nginap di losmen saja papa belum pernah, gaji papa nggak cukup disisihkan untuk bayar hotel berbintang yang sangat mahal tersebut", ujar orang tua Tole meyakinkan anaknya. Tole hanya terdiam dan hanya bisa menuruti kehendak orang tuanya, Kertas gambar, pensil, pewarna yang sudah disiapkan diserahkan kepada orang tuanya.

Saatnya tiba pada hari pengumpulan lukisan, sekaligus pengumuman dan penilaian lukisan, ke 6 lukisan yang tampil memberi corak yang berbeda, Nampak lukisan Tole yang paling bagus dan paduan warna yang serasi , dan gambar Puja yang paling jelek , karena gambarnya sangat polos, sesuai dengan bakatnya. Panitya memutuskan lukisan Tole yang jadi pemenangnya dan berhak atas haduiah yang dijanjikan panitya yaitu menginap di hotel berbintang lima di Bali bersama keluarganya. Orang tua Gede, Mechan, Agus, dan Ayu, protes keras karena tidak puas dengan keputusan panitya, mereka mengeluh, kenapa Tole sebagai pemenang, “ mana mungki seorang Tole yang baru kelas satu SD bisa menggambar seindah itu , keluh mereka pada panitya, protes mereka tidak ditanggapi, mengingat panitya sudah menetapkan criteria saat itu yaitu ditekankan kepada keindhan dan keserasian warna. Tidak ada criteria yang lain

Tegak odalan Pura berikutnya, diadakan lagi lomba yang sama, ke empat orang tua yang tidak puas tersebut , ingin anaknya bisa sebagai pemenang. Orang tuanya pun ikut terlibat membantu melukis, karena takut kecolongan seperti gambar Tole pada perlombaan yang lalu, Bahkan ada salah satu orang tua yang mencari tukang lukis professional untuk mendapatkan lukisan yang paling bagus, Puja tidak mau ketinggalan untuk merayu orang tuanya. “ Pak buatkan lukisan untuk Puja ya Pak , biar bagus seperti lukisan Tole yang dulu, kalau menang kan bisa sama-sama menginap di hotel berbintang Pak, Bapak Puja terdiam, dan hanya menyuruh kepada Puja untuk melukis sendiri sesuai dengan bakatnya, Puja pun tidak bisa berbuat apa-apa lagi, hanya melukis sesuai kemampuannya, Bapak Puja hanya mengawasi dari kejauhan sambil membaca majalah Media Hindu.

Tiba saatnya semua lukisan sudah dikumpulkan, dan panitya sudah siap untuk menyeleksi satu persatu. Kemudian terpilihlah, lukisan Puja lah jadi pemenangnya. Kali ini lebih heboh ke lima orang tua murid protes besar pada panitya, kenapa lukisan Puja yang jadi juara, lukisan jelek begitu kok jadi pemenangnya ?, demikian keluh mereka. Protes mereka tidak dihiraukan lagi oleh panitya, karena criterianya saat ini sudah dirubah ditekankan pada asfek kejujuran , tidak ada criteria yang lainnya.

Ajarkan kejujuran sejak dini, harus dilakukan dalam pratek kehidupan sehari-hari dan berkesinambungan sejak dini. Orang tua yang terbiasa menanam benih kebohongan kepada anaknya, maka setelah besar akan membuahkan buah kepalsuan, baik itu dalam bentuk Koropsi, atau pun kejahatan lainnya. Jadi untuk membentuk generasi mendatang yang tangguh dan bermoral Dharma harus mulalui benih yang bagus ditanamkan sejak dini, sehingga astungkara menjadi anak yang suputra. (Nyoman Sudiarta)