PHDI SIDOARJO

Saturday 25 August 2012

Philosofi Rangkaian Galungan Dalam Kekinian

Cukup banyak umat Hindu yang di luar Bali khususnya, menanyakan tentang makna dan philosofi suatu hari raya. Pertanyaan tersebut antara lain, mengapa terkesan dalam pelaksanaan hari raya Hindu lebih mengedepankan ritual dari pada realitas. Bahkan saking focusnya kepada ritual, sehingga sering makna dan philosofi dalam realita kehidupan terpinggirkan. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, antara ritual dan realita harus seimbang, karena kita hidup dalam lingkungan heteroginitas. Walaupun Agama itu adalah suatu prosesi hubungan manusia dengan Tuhan, namun hubungan secara horizontal manusia dengan manusia tidak dapat dikesampingkan.

Bagaimanakah cara pandang kita dalam rangkaian Hari Raya Galungan di era globalisasi seperti sekarang ini. Marilah kita coba memulai dari H-6 :
  1. H-6 Galungan, Hari Kamis, disebut dengan Sugian Jawa, Jawa=jaba=luar artinya kita melakukan penyucian diri di luar diri kita, dalam hal ini adalah lingkungan kita seperti : halaman rumah, pura dsbnya. Secara riil kita melakukan bersih-bersih di lingkungan kita. Secara ritual kita membuat banten abhiyakala, dan segehan sebagai caru, kemudian kita haturkan sekaligus melakukan persembahyangan bersama keluarga.
  2. H-5 Galungan, Hari Jumat, disebut dengan Sugian Bali, bali=kembali=diri kita sendiri. Artinya kita melakukan penyucian diri kita sendiri, secara riil kita bisa melakukan mandi keramas kemudian melakukan meditasi. Secara ritual kita membuat banten Prayastita, kemudian kita sembahyang bersama keluarga.
  3. H-3 Galungan, Hari Minggu, sesuai lontar Sundarigama, kita akan kedatangan Butha Galungan, yang akan berusaha mengganggu kehidupan kita. Di hari ini kita seharusnya sudah mulai "ngeret indriya" atau pengendalian diri dengan menghindari SAD RIPU.
  4. H-2 Galungan, Hari Senin : Butha Dungulan sudah menyerang kita, maka kita harus lebih waspada lagi dengan meningkatkan "pengendalian diri" dari SAD RIPU.
  5. H-1 Galungan, Hari Selasa : Butha Amangkurat akan berusaha mengalahkan diri manusia. Hari ini sering disebut dengan Hari Penampahan, nampah=nampeh=mematikan segala yang terkandung dalam SAD RIPU.
  6. Hari H Galungan, jika kita sudah lolos dalam gangguan butha-butha sebelumnya, maka kita layak merayakan Hari Raya Galungan. Secara riil kita rayakan dengan bersenang-senang, membuat masakan yang enak kemudian kita nikmati bersama-sama, dan juga ngejot kepada tetangga kita khususnya kepada yang tidak mampu. secara Ritual kita membuat banten Galungan, Daksina Pejati, Sodaan dsbnya untuk kita haturkan pada saat persembahan bersama.
Akan lebih lengkap jika kita mampu menjalankan upawasa pada H-3 sampai dengan H-1, sebagai wujud nyata "ngeret indriya" atau pengendalian diri. Semoga tulisan ini ada manfaatnya.

Wednesday 22 August 2012

Sugihan Jawa atau Sugihan Bali


Masih banyak masyarakat Hindu di Bali bertanya-tanya mengenai rahinan sugihan yang mana yang harus diikuti, apakah sugihan Jawa atau sugihan Bali. Ada yang menyatakan harus mengikuti sugihan Jawa karena keturunan dari Majapahit (Jawa) dan ada yang bilang harus sugihan Bali karena orang Bali asli. Apakah benar seperti itu?
Sesungguhnya jawabannya tercantum didalam lontar " Sundarigama". Didalam lontar dinyatakan :
" Sungsang, wrehaspati wage ngaran parerebuan, sugyan jawa kajar ing loka, katwinya sugyan jawa ta ngaran, apan pakretin bhatara kabeh arerebon ring sanggar mwang ring parahyangan, dulurin pangraratan, pangresikan ring bhatara saha puspa wangi. Kunang wwang wruh ing tattwa jnana, pasang yoga, sang wiku angarga puja, apan bhatara tumurun mareng madyapada, milu sang dewa pitara, amukti bante anerus tekeng galungan. Prakerti nikang wwang, sasayut mwang tutwan, pangarad kasukan ngaranya.
Sukra Kliwon, sugyan Bali, sugyan ing manusa loka, paknanya pamretistan ing raga tawulan, kewala sira apeningan anadaha tirta panglukatan, pabersihan ring sang Pandita."
artinya ;
"pada wuku Sungsang, yakni hari kamis wage sungsang dinamakan Parerebuan atau disebut sugihan Jawa oleh masyarakat umum. Latar belakang dinamakan sugihan Jawa karena merupakan hari suci bagi para Bhatara untuk melakukan rerebu di sanggar dan di Parahyangan, disertai pangraratan dan pangeresikan untuk Bhatara serta kembang wangi. Bagi orang yang mengetahui rahasia batin akan melakukan yoga, para pendeta melakukan puja tertinggi, karena pada hari itu, Bhatara turun kedunia di iringi para dewa dan roh leluhur untuk menikmati sesajen persembahan umat hingga sampai pada hari Galungan. Adapun sesajen keselamatan manusia terdiri atas sasayut tutwan atau disebut ngarad kasukan (penarik kebahagiaan).
Pada hari Jumat Kliwon sungsang, dinamakan sugihan Bali, hari suci bagi umat manusia. Maknanya adalah penyucian diri manusia lahir bathin, dengan cara mengheningkan pikiran, memohon air suci peruwatan dan pembersihan diri kepada pendeta."
Jadi artinya, sebagai umat Hindu, kedua hari raya Sugihan tersebut memang patut dua-duanya kita rayakan sesuai dengan maknanya masing-masing. Sugihan Jawa untuk melakukan pembersihan pada bhuwana agung (alam semesta) sedangkan saat sugihan Bali melakukan pembersihan pada bhuwana alit atau diri manusia. Sekali lagi pelaksanaan perayaan Sugihan bukan menurut pada keturunan saja.
Selamat Hari Raya Sugihan