PHDI SIDOARJO

Monday 13 December 2010

PHDI KABUPATEN SIDOARJO MENGADAKAN UTSAWA DHARMA GITHA


Pada tanggal 12 Desember 2010 yang baru lalu, PHDI Kab. Sidoarjo mengadakan Yadnya yang cukup besar yaitu Utsawa Dharma Githa tingkat Kabupaten Sidoarjo. Dalam sambutannya pada pembukaan UDG tersebut, Ketua PHDI menyampaikan bahwa Utsawa Dharma Githa ini diadakan dalam upaya melakukan pembinaan keagamaan, meningkatkan Sradha dan Bhakti umat Hindu Kabupaten Sidoarjo. “Bagi yang memang nanti jangan terlalu bergembira, demikian juga bagi yang kalah jangan terlalu bersedih, karena pada prinsipnya semua peserta memperoleh kemenangan, karena semua peserta mendapat berbagai ilmu yang tentu sangat berguna untuk kehidupan beragama ke depan, ujar Anom Mediana Ketua PHDI Sidoarjo. Ketua WHDI Prop. Jatim dalam sambutannya menyampaikan bahwa Kabupaten Sidoarjo selama ini senantiasa terdepan dalam kegiatan pembinaan umat, mudah-mudahan ke depan Kabupaten lain yang ada di Jatim dapat mencontoh Kabupaten Sidoarjo. “Kita berkumpul disini terdiri dari berbagai etnis ada etnis Jawa, ada etnis Bali, namun tidak ada kita mengenal nama Hindu Jawa atau Hindu Bali, namun lebih pas kita sebut Hindu Nusantara atau Hindu Nasional, ujar Ibu Agung Puja selaku Ketua WHDI Prop Jatim. Setelah selesai memberi sambutan, Bu Agung langsung didaulat untuk memukul gong sebagai tanda dibukanya Utsawa Dharma Githa Kan. Sidoarjo.

Berikut ini hasil-hasil Utsawa Dharma Githa tersebut :


BIDANG LOMBA :

I. PALWAKYA DEWASA :
1. WARU
2. DELTASARI
3.GEDANGAN2

II. PALAWAKYA REMAJA PUTRI :
1. DELTASARI
2. GEDANGAN
3. TROPODO

III. PALAWAKYA REMAJA PUTRA :
1. KOTA
2. WARU2
3.CANDI1

IV. SLOKA REMAJA PUTRI :
1. GEDANGAN
2. DELTASARI
3. TROPODO

V. SLOKA REMAJA PUTRA :
1. SEKELOR
2. WARU3
3. PASRAMAN JSA

VI. DHARMAWACANA :
1. CANDI2
2. CANDI1
3. STHD

VII. MENGHAFAL MANTRA WEDA :
1. PASRAMAN EMPU BHARADAH
2. TROSOBO
3. TROPODO

VIII. KIDUNG :
1. WARU
2. KOTA
3. STHD




Sunday 5 December 2010

SEBUAH HARAPAN PERAYAAN GALUNGAN KE DEPAN

Sudah banyak para tokoh Hindu yang memberi pencerahan tentang Galungan, namun ditingkat akar rumput, filosofi dan etika Galungan belum dipahami dan dilaksanakan dengan baik sesuai sastra yang ada.

Kalau kita bertanya kepada umat kita secara umum, apa itu Hari Raya Galungan ? Hampir semua bisa menjawab bahwa Hari Raya Galungan adalah Hari kemenangan Dharma melawan Adharma. Namun kalau kita bertanya lagi, Adharma yang mana yang sudah kita kalahkan sehingga kita berani-beraninya merayakan kemenangan Dharma melawan Adharma? Hampir semua diam, tidak menjawab.

Ini satu bukti bahwa sosialisasi Galungan belum dipahami secara baik dan mendalam oleh umat kita. Perayaan Galungan baru sebatas memperingat, belum sampai mengamalkan. Bahkan hampir sebagian besar umat Hindu, justru pada dua hari atau sehari sebelum Galungan, melakukan pemotongan hewan secara besar-besaran untuk keperluan pesta pora.

Agak berbeda dengan Hari Raya Nyepi. Filosofi dan Etika Hari Raya Nyepi sudah sedikit mendalam dipahami oleh umat kita secara keseluruhan. Kalau kita tanya umat kita, Hari Raya Nyepi itu hari apa? Maka jawaban nya bahwa Hari Raya Nyepi adalah Hari Raya untuk melaksanaan Catur Berapa Penyepian yaitu : Amati Geni, Amati Karya, Amati lelanguan dan Amati lelungan. Dan Catur Beratha Nyepi ini telah mulai dilaksanakan secara baik oleh umat Hindu, walapun masih ada kekurangan disana-sini.

Bagaimana dengan Hari Raya Galungan, apakah ada etika atau susila yang harus di lakukan di Hari Raya Galungan? Jawabannya ada :
1. Pertama, tiga hari sebelum Galungan, kita dikatakan kedatangan Butha Galungan, dimana pada hari ini Bhuta Kala baru tingkat hadir kepada kita. Artinya kita mulai : Anyekung Jnana, mensinergikan potensi diri dan mulai melakukan pengendalian indriya. (Sering disebut Panyekeban yaitu nyekeb indriya agar tidak berkeliaran)
2. Kedua, dua hari sebelum Galungan kita akan diganggu dengan Butha Dungulan, dimana Butha Kala ini sudah mulai berani menyerang kita. Artinya kita melanjutkan tapa barata dan pengendalian diri dengan sungguh-sungguh (Penyajaan, saje=sungguh2)
3. Ketiga, sehari sebelum Galungan, dikatakan kita diganggu oleh Butha Amangkurat, dimana Butha Kala sudah berusaha untuk menguasai diri kita. Mengandung makna kita harus mampu mengalahkan semua Butha yang mengganggu (Penampahan, nampeh=mematikan=membunuh segala macam Sapta Timira dan Sad Ripu)

Kemudian terakhir pada Hari Raya Galungan barulah sesungguhnya kita mengadakan rasa angayu bagya, pesta, membuat makanan yang enak-enak sembari sembahyang dan bersyukur.

Sayangnya yang terjadi saat ini, justru pada hari sebelum Galungan dimana kita harus Anyekung Jnana, mengendalikan hawa nafsu, malah kita sudah mengadakan pesta pora, Jika dikaitkan dengan sastra tersebut, sesungguhnya yang demikian tidak layak merayakan kemenangan Dharma melawan Adharma.

Demikian sedikit renungan, mudah-mudahan secara pelan tapi pasti kita dapat mengamalkan Galungan sengan baik sesuai dengan tuntunan sastra yang ada. Semoga Hyang Widhi senantiasa memberi anugrah kepada kita sekalian.