PHDI SIDOARJO

Sunday 21 August 2011

Upacara Memukur pertama kali di Sidoarjo


Hari Minggu 21 Agustus 2011 untuk pertama kalinya di Sidoarjo diadakan Upacara Memukur. Upacara ini diprakarsai oleh Sang Yajemana Bapak Mangku Nyoman Arya bekerja sama dengan Ketua Parisada Sidoarjo. Ada 5 pitara yang diupacarai yaitu : Mangku Istri Ni Made Artik (dari Sidoarjo) istri dari Bapak Mangku Nyoman Arya, Ibu Wayan Sudiartini (dari Surabaya), Bapak (Wayan Sudarma) dari Sidoarjo, Bapak Nyoman Ardika (dari Surabaya) dan Bapak Suharto (dari Sidoarjo). Selaku Manggala Upacara adalah Ida Pedanda Nabe Jala Karana Manuaba. Ini adalah merupakan Upacara Memukur pertama di Kabupaten Sidoarjo, maka Ketua Parisada Sidoarjo Bapak Nyoman Anom Mediana, menggunakan moment ini sebagai ajang sosialisasi kepada umat Hindu di Sidoarjo. Siswa Pashraman Jala Siddhi Amertha khususnya yang SMP dan SMA diwajibkan untuk hadir dalam acara tersebut serta mencatat semua kegiatan yang ada. Hadir juga 4 orang Pandita Nanak (murid dari Pandita Nabe), untuk menyaksikan upacara memukur ini, agar mengetahui seluruh proses yang dilalui yaitu : 2 orang Pandita dari Malang, 1 orang Pandita dari Blitar dan 1 orang lagi Pandita dari Kediri. Pada saat ngewali I Gusti Ketut Budiartha, S.Ag berperan sebagai penasar berkesempatan untuk menyampaikan Dharma Wacana singkat yang berisi tentang makna dari Upacara Memukur. Menurut Lontar Yama Purana Tattwa bahwa Upacara Memukur bisa dilaksanakan di 3 tempat yaitu : bisa di Merajan, bisa di halaman rumah dan bisa juga di tanah kosong atau tegalan. Namun jika dilaksanakan di tanah kosong, maka upacara Mecaru nya harus tingkatan yang lebih besar yaitu Rsi Gana, jika diadakan di merajan cukup dengan cari Panca Sata saja. Ditambahkan lagi, jika tubuh manusia diumpamakan sebutir telur yang terdiri dari kulit telur , putih telur dan kuning telur, maka kulit telur adalah Stula Sarira, putih telur adalah Suksme Sarira dan kuning telur adalah Anta Karana Sasira (Atman). Upacara Ngaben hanyalah memisahkan Stula Sarira untuk membersihkan unsur-unsur Panca Maha Bhuta agar kembali ke asalnya. Sedangkan Upacara Memukur adalah membersihkan Suksme Sarira dari unsur-unsur Panca Tan Matra. Kemudian Anta Karana Sarira /Atman akan dilinggihkan di Merajan keluarga yang bersangkutan. Setelah proses ini selesai, maka barulah sang Atman menunggu proses "pengadilan" oleh Betara Yama, sesuai dengan subha dan ashuba karma yang telah dilaksanakan di Mercapada. Oleh karena itu maka upacara Ngaben dan Memukur adalah upacara Yadnya yang wajib diaksanakan oleh pretisentana, agar roh sang pitara mengalami proses perjalanan yang tenang dan lancar sesuai dengan karma wasananya. Puncak Acara dalam memukur ini adalah Pemari Sudha Jagat dengan Topeng Sidakarya, yang ditarikan oleh I Gusti Ketut Budiartha S.Ag, dimana tarian ini adalah tari sakral yang konon berfungsi sebagai bukti bahwa upacara yang dilaksanakan telah selesai sesuai dengan dudonan yang direncanakan. Pak Gusti selaku penari Topeng Sidakarya mengatakan bahwa ini adalah pertama kali beliau menarikan Topeng Sidakarya, ada perasaan cemas dan waswas pada hari sebelumnya, namun astungkara semua dapat berjalan lancar ujar Pak Gusti. Astungkara ..

Wednesday 17 August 2011

Tirthayatra WHDI Sidoarjo ke Pura Medang Kemulan


Pada hari Minggu 14 Agustus 2011 atas prakarsa ketua WHDI dan Ketua PHDI Sidoarjo, mengajak umat Hindu Sidoarjo Tirthayatra ke Pura Medang Kemulan Desa Mondoluku Gresik dan Pura Kerta Bumi Desa Wongso Gresik. Para Yatri berangkat dari Pura Jala Siddhi Amertha Sidoarjo jam 08.00 wib. Tiba di Pura Medang Kemulan sekitar jam 10.00 wib disambut oleh Parisada Gresik Pak Sai beserta umat Hindu Mondoluku yang berjumlah sekitar 10 KK. Acara pertama Sembahyang bersama yang dipimpin oleh Pemangku dari Pura Kerta Bumi Wongso yang diperbantukan di Pura Medang Kemulan selama proses rekrutment Pemangku yang baru yang berasal dari Mondoluku. Setelah itu dilanjutkan dengan Dharma Tula dengan narasumber Drs Nyoman Murba, M.Ag. Nampaknya Tirthayatra ini agak special karena tanpa diduga dapat bertemu dengan Pendharma Wacana handal Nyoman Murba, dimana beliau pernah memperoleh Juara-I dalam lomba Dharma Wacana Tingkat Nasional tahun 2001. Suasana yang sejuk dan dingin membuat para Yatri sangat senang berada berlama-lama untuk tinggal di Pura Medang Kemulan ini. Namun karena waktu, maka sekitar jam 13.00 wib perjalanan Tirtayatra dilanjutkan menuju Pura Kertabumi Desa Wongso. Dimana pura ini disungsung oleh 100% umat Hindu dari etnis Madura yang berjumlah kurang lebih 160 KK. Di Pura Kertabumi ini nampaknya pembinaan umat sudah sangat mapan dan mantap, semua komponen dari yang anak-anak sampai yang tua semua aktif dalam kegiatan keagamaan. Persembahyang bersama dilaksanakan secara teratur 3 kali sehari. Pura ini patut menjadi tauladan kita semua dalam menjalankan kegiatan peribadatan. Semoga Hyang Widhi senantiasa memberi jalan terang kepada orang-orang yang berhati mulya.

Sunday 7 August 2011

Dharmatula WHDI Sidoarjo


Pada hari Minggu 7 Agustus 2011 pukul 09.00 Wib, bertempat di Pura Jala Siddhi Amertha Sidoajo, diadakan acara Dharmatula WHDI Sidoarjo dengan tema : Bagaimana Mencintai Hindu. Hadir juga pada kesempatan tersebut Ketua PHDI Sidoarjo Bapak Nyoman Anom Mediana beserta jajarannya. Acara ini menjadi sangat menarik karena ada testimoni dari beberapa ibu-ibu yang sebelumnya bukan beragama Hindu. Acara dibuka oleh pembawa acara tepat jam 09.00 oleh Dayu Shinta, kemudian ada sambutan dari Ketua WHDI Sidoarjo (Ibu Gede Diun Artana), kemudian ada sedikit Dharma Wacana oleh Ibu Made Parti S.Pd.H yang berjudul bagaimana cara mencapai hidup sejahtera. Sesion terakhir ada tanya jawab. Agak disayangkan, pada sesi tanya jawab, waktu sudah pukul 12.00 wib, sehingga sebagian ibu-ibu sudah pulang. Sebenarnya letak inti acara ini adalah tanya jawab dan testimoni, namun sayang pada acara puncak justru ibu-ibu banyak yang pulang. Untuk ke depan hendaknya bisa diatur agar acara inti mendapat porsi waktu yang lebih banyak, sedangkan Dharma Wacana yang sifatnya pengantar waktunya sedikit dikurangi. Secara keseluruhan acara berjalan sangat lancar. Mudah-mudahan ke depan ibu-ibu WHDI dapat mengulang kembali acara sejenis, ujar seorang peserta. Astungkara