Melasti
secara umum adalah suatu upacara simbolis untuk melakukan pembersihan
alam semesta (Bhuwana Agung) beserta isinya. Kenapa harus
dibersihkan/disucikan ? Karena kita akan melaksanakan Catur Brata
Nyepi pada hari Nyepi. Diharapkan pelaksanaan Catur Brata Nyepi dapat
dilakukan dengan baik dan sempurna, tanpa ada gangguan-gangguan, baik
dari dalam diri kita sendiri maupun dari lingkungan kita.
Dalam
Lontar Sang Aji Swamandala disebutkan Melasti ngarania
ngiring prewatek Dewata anganyutaken laraning jagat papa klesa,
letuhing bhuwana. Artinya
Melasti adalah meningkatkan Sraddha dan Bhakti pada para
Dewata manifestasi Tuhan Yang Mahaesa untuk menghanyutkan penderitaan
masyarakat, menghilangkan papa klesa dan mencegah kerusakan alam.
Lontar
Sunarigama yang dinyatakan : ”Melasti ngaran amet sarining
amertha kamandalu ring telenging segara”. Maksudnya: Dengan
Melasti mengambil sari-sari kehidupan di tengah samudra.
Selanjutnya,
dalam setiap Melasti kita bersama-sama ke tempat mata air suci
(samudra) dengan membawa bermacam-macam benda yang disakralkan
seperti : cane, pratima, lelontek/kober, senjata dewata nawa sangga,
gong/gamelan diiringi dengan kidung-kidung suci. Semua ini mempunyai
makna yang sangat dalam baik secara vertikal kepada Tuhan, maupun
secara horizontal kepada sesama manusia.
Cane
Cane
ini secara mudah dapat diterjemahkan sebagai suatu harapan agar
segala sesuatu yang kita laksanakan dapat berjalan lancar. Terbuat
dari sebuah dulang kecil dihiasi dengan sesertiyokan dari janur.
Ditengah-tengahnya ditancapkan batang pisang. Disekitarnya diisi
perlengkapan lain seperti: Bija, Air cendana dan burat wangi,
masing-masing dialasi dengan empat buah tangkir atau mangkuk kecil.
Dilengkapi pula dengan kojong empat buah yang berisi tembakau, pinang
dan lekesan yaitu, 2 lembar sirih yang dilengkapi dengan gambir dan
kapur dan diikat dengan benang. Dapat pula ditambah dengan rokok dan
korek api sebanyak empat batang. Bunganya ditancapkan menlingkar pada
batang pisang dan paling diatas diisi cili atau hiasan-hiasan
lainnya. Cane dipergunakan terutama pada waktu upacara melasti
dijunjung mendahului pratima atau dasksina pelinggih. Cane juga
digunakan pada rapat-rapat desa adat, untuk memohon agar pertemuan
berjalan lancar.
Pratime
Tujuan
Melasti adalah pembersihan Bhuawana Agung beserta isinya. Simbol dari
Bhuwana Agung adalah Padmasana. Pratime adalah bentuk kecil dari
Padmasana. Pratime inilah sebagai simbul alam semesta yang akan kita
bersihkan di tempat air suci (samudra). Kita tidak memberihkan Tuhan,
karena Tuhan sudah bersih adanya, namun karena Tuhan berada
(melinggih) di alam semesta, maka secara otomatis secara simbolis
kita iring ke tempat melasti.
Kober/lelontek
Kober/lelontek
Ini mengingatkan manusia agar senantiasa rendah hati tidak boleh
sombong terhadap siapapun di dunia ini. Ini tersirat dalam sebuah
Purana yang berjudul Arjuna Pramada. Dikisahkan sekali
waktu Sri Krisna berjalan-jalan diikuti oleh Arjuna di pinggir pantai
Kanyakumari yang dikenal pula dengan nama Tanjung Komorin di ujung
Selatan anak benua India atau Bharatawarsa. Disini terlihat ada bekas
jembatan, kemudian Arjuna bertanya kpd Krisna : “Ini jembatan apa,
kok sudah hancur begini”. Kresna bilang : “Ini jembatan
Setubanda, dulu dibangun oleh jutaan wanara yang dipimpin oleh
Hanoman dan Sugriwa. Jemtaban ini digunakan melintas oleh Rama waktu
menjemput istrinya Dewi Sita di kerajaan Alengka. Raut muka Arjuna
kelihatan tidak enak kemudian, lewat kemampuan telepati Kresna
memanggil Hanoman yang sudah tua. Dalam sekejap Hanoman datang.
Arjuna berkata : “Oh … jembatan seperti ini dibangun oleh jutaan
wanara ? Kenapa harus jutaan wanara, kalau saya hanya sendiri saja
bisa membuatnya dengan anak panah ini”. Hanoman bilang : “Silahkan
tuan buat jembatan sekarang juga, jika sudah selesai nanti saya yang
melakukan uji coba”. Dalam sekejap sudah terbentang jembatan buatan
dari panah Arjuna. Kemudian Hanoman melakukan uji coba dengan
berjalan di atas jembatan tersebut. Tiba-tiba jembatan hambruk :
prakkk ….. Raut muka Arjuna sangat malu, ternyata kalah kemampuan
dengan Hanoman. Kresna berkata : “Wahai Arjuan, ini suatu pelajaran
bahwa manusia tidak boleh sombong. Jahsemat Siddhi mandi mulai saat
ini dimanapun ada Yadnya harus menggunakan kober/lelontek yang
bergambar wanara, untuk mengingatkan manusia agar tidak sombong.
Senjata
Dewata Nawa Sangga
Ini
adalah simbol demokrtasi, saling menghargai, tidak boleh memaksakan
kehendak. Dewata Nawa Sangga adalah Dewa penjaga 9 penjuru alam,
dimana masing-masing penjuru dijaga oleh Dewa yang berbeda. Ini
sebuah kesepakatan jaman dulu, dimana banyak sekte yang masuk ke
Indonesia, akibatnya sering terjadi pertengkaran antar sekte.
Akhirnya disepakati untuk mengadakan pertemuan untuk mencari jalan
keluar. Pertemuan tersebut konon diadakan di bukit penanggungan ini.
Dari kesepakatan itu bahwa masing-masing sekte/dewa menjaga
masing-masing penjuru. Karena Sekte Siwa jumlahnya paling banyak maka
dapat tempat di tengah sebagai pemimpin yang lain. Ini tidak ubahnya
dengan pemerintahan koalisi yang ada sekarang.
Gong
(Panca Gita)
Gong
dan suara-suara lain adalah sebagai simbol bahwa kita sebagai manusia
harus selalu focus dan serius dalam setiap kegiatan yang kita hadapi.
Keseriusan akan dapat mendapatkan hasil yang jauh lebih baik. Ada 5
jenis suara yang harus ada dalam setiap upacara yadnya yaitu : gong,
kekawin, genta, mantram dan kentongan. Fungsi suara ini adalah untuk
memusatkan pikiran kita, agar lebih focus kepada Ida Hyang Widhi.
Secara horizontal kita juga harus selalu focus kepada setiap tindakan
yang kita jalankan.
BG.III.35
Sreyan
swadharmo wiguna
para
dharmat svanus thitat
swa
dharme nidhanam sreyah
para
dharmo bhaya wahah
Lebih
baik mengerjakan pekerjaan sendiri dari pada mengerjakan pekerjaan
orang lain walaupun dapat dilakukan dengan baik, lebih mati dalam
tugas sendiri dari pada dalam tugas orang lain yang sangat berbahaya.
Demikian
Dharma Wacana kali ini mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.
(Igk. Budiartha S.Ag)
Silahkan mampir ke http://titutbudiartha.blogspot.com
ReplyDeletegoo.gl/XWlND3
ReplyDelete