Demikian
sebaliknya pada hari raya Lebaran, kalau kita pulang ke Bali kita
akan melihat kenyataan bahwa pasar senggol, pasar malam di Bali akan
sepi dari pedagang, karena semua pedagang berasal dari daud tukad.
Kita umat asli Bali kadang-kadang sangat sulit mencari sebungkus nasi
pada hari Lebaran. Hal ini disebabkan, hampir semua sektor informal
sudah dikuasai oleh rekan kita dari "dauh tukad".
Konon
saat ini penduduk pendatang di kuta jumlahnya sudah mencapai 60 %,
sementara kita hanya 40 & sekali lagi di Kuta. Ini untuk
menjadikan renungan kita bersama, bagaimana kita harus menjalankan
hari raya, mempertahankan budaya, namun disisi lain kita masih tetap
bisa exis dalam kehidupan khususnya masyrakat bawah. Agak ironis
sering kita dengar : "walaupun kita sering berhari-raya, sering
beryadnya yang memakan waktu panjang, buktinya ekonomi kita tetap
bagus". Statement itu ada benarnya bagi golongan masyarakat
menengah ke atas. Pernahkah kita melalukan survey utk golongan
masyarakat bawah, apakah mereka masih bisa mempertahan hidup, atau
harus menerima tawaran utk transmigrasi dari pemerintah?
Ini
hanya sebuah renungan kita bersama. Semoga ada manfaatnya.
Selamat
hari raya galungan, semoga kita semua senantiasa dalam lindunganNYA.
No comments:
Post a Comment