PHDI SIDOARJO

Tuesday 5 January 2010

Siwaratri Jalan Pendakian Menuju Pembebasan


Bhagawad Githa VIII.5
Antakale ca mam ewa
Smaran muktwa kalewaram,
Yah prayati sa madbhawam
Yati na sty atra samsayah

Artinya:
Barang siapa pada waktu ajal tiba, akan meninggalkan badan jasmani ini mengenang Aku selalu, sampai kepada-Ku, ini tidak dapat diragu-ragukan lagi.

Bertepatan dengan hari ke 14 paruh gelap (panglong ping 14) bulan ke tujuh (Magha), seorang pemburu binatang bernama Lubdhaka berangkat ke hutan rimba. Perjalanannya yang seorang diri menuju arah Timur Laut melewati desa-desa tradisional, penduduknya sangat ramah dan santun. Sesampainya di hutan yang dituju tak seekor binatangpun nampak, hingga mendekati petang ia masih berputar-putar di tengah hutan, sampai akhirnya ia menemukan sebuah ranu (danau) yang cukup luas. Ditepian danau itulah Lubdhaka istirahat sambil menunggu binatang-binatang yang datang untuk minum. Rupanya keberuntungan belum berpihak kepada Lubdhaka, tak seekor binatang pun yang datang minum di danau itu. Matahari mulai terbenam, Lubdhaka memutuskan untuk menginap di sekitar danau.Untuk menghindari sergapan binatang buas, maka naiklah ia ke pohon maja (bilwa) yang ada ditepian danau. Takut terjatuh dari pohon saat tidur, maka dipetik-petiklah satu persatu daun pohon maja itu, sebagai pengusir rasa kantuk. Di bawah pohon maja terdapat Siwa - Lingga (nora ginawe : tidak ada yang membuat) dan dengan tidak diketahuinya semua daun maja yang dipipiknya jatuh ke Siwa - Lingga. Tanpa disadari sang Bhaskara (Matahari) telah muncul di ufuk timur, Lubdhaka turun dari pohon dan pulang meninggalkan keindahan pagi di hutan dengan kekecewaan yang mendalam karena tak seekor binatang pun yang didapat. Setibanya di rumah hari telah sore, betapa sedih istri dan anak-anaknya, hari itu mereka tidak makan. Hari demi hari berlalu kehidupan Lubdhaka dan keluarganya dijalani dengan tabah dan sabar serta senantiasa mendekatkan diri dengan Sang Penguasa Alam. Tibalah waktunya Lubdhaka ditimpa sakit keras dan kemudian ia pun meninggal dunia. Jenazahnya di bakar (ngaben). Rohnya (atma) melayang-layang di angkasa dengan penuh kesedihan karena tidak mengetahui jalan yang mesti ditempuhnya. Sang Hyang Siwa (Tuhan) mengetahui keadaan roh Lubdhaka. Teringatlah Beliau terhadap perbuatan Lubdhaka yang telah melaksanakan Brata Siwaratri. Beliau memerintahkan para Ganabala (serdadu Siwa) menjemput roh Lubdhaka dan membawanya kehadapan Beliau. Di pihak lain Bhatara Yama (Dewa Kematian) juga mengutus Yama Bala menjemput roh Lubdhaka dan disiksa, disakiti. Terjadilah perdamaian antara Ganabala dan Yamabala karena sama-sama menjalankan perintah. Akhirnya roh Lubdhaka di bawa menghadap Sanghyang Siwa dan dianugrahi berbagai kebahagiaan sorga. Sinopsis kisah pemburu si Lubdhaka terdapat dalam sumber Kakawin Siwaratrikalpa karya Mpu Tanakung pada zaman Majapahit. Cerita di atas adalah cerita yang sarat dengan pemaknaan simbolis. Lubdhaka pada saat yang tepat telah melakukan Pajagran (tidak tidur), orang yang melek artinya orang yang senantiasa sadar akan keberadaan Sang Diri. Sadar akan keberadaan Sang Diri berarti senantiasa mengabdikan diri pada Tuhan. Sebaliknya menurut Kitab Wrehaspati Tattwa menjelaskan bahwa manusia yang dibelenggu oleh indria-indrianya dinyatakan orang yang aturu (tidur), dan manusia yang senantiasa aturu (tidur) itulah yang disebut papa. Kepapaan sangat dekat dengan penderitaan, penderitaan hidup adalah wujud neraka di dunia. Lubdhaka dengan kesadaran yang tinggi (Jagra), dan penguasaan pengendalian diri yang kuat: Upawasa (puasa) dan Mona brata (mengendalikan kata-kata), telah dapat menikmati pahala karma baiknya yaitu bertemu dan menyatu dengan Siwa. Ajaran agama yang terkandung dalam Siwaratri adalah ajaran Siwa. Sembah (namasmaranam) dan persembahan (yajna) kehadapan Siwa sebagai Tuhan Maha Pengasih dan Maha agung. Pertemuan dan persatuan dengan Siwa adalah menjadi tujuan. Hal penting lainnya pada Hari Suci Siwaratri adalah pelaksanaan Punya (bantuan dana / materi secara tulus iklas) kepada umat yang sangat membutuhkan, dan Pinandita, Pandita. Punya sesungguhnya merupakan lawan kata dari Papa mendapat tempat penting dalam agama Hindu. Artinya agama Hindu mengajak umat Hindu untuk memperhatikan dan menangani masalah-masalah social dan kemanusiaan, sebagai tindakan kerohanian. Hari Raya Suci Siwaratri jatuh pada tanggal 14 Januari 2010, perayaannya setiap setahun sekali yaitu sekitar bulan Januari - Pebruari. Ajaran yang terkandung dalam Siwaratri adalah ajaran pendakian spiritual menuju pembebasan. (IB.Heri)

No comments:

Post a Comment